Menguak Asal-usul Desa Tlogorejo Tlogowungu Pati.

oleh -5,657 kali dibaca
Foto: Kantor Kepala Desa Tlogorejo. (Wibawa Jarot/ISKNEWS.COM)

Pati, ISKNEWS.COM – Ada beberapa versi penjelasan dari beberapa sesepuh Desa Tlogorejo, Kecamatan Tlogowungu, Pati. Tentang asal – usul nama Desa Tlogorejo atau yang biasa dikenal warga masyarakat dengan Desa Tlogowung tercipta.

Ada yang menuturkan, Tlogowungu berasal dari kata ‘Tlogo’ dan ‘wungu’. Pasalnya di dalam Balai Desa terdapat telaga dan pohon yang bunganya berwarna wungu, oleh sebab itu nama daerah ini diberi nama dengan sebutan Tlogowungu.

Sedangkan, Ada juga beberapa penduduk yang mengartikan bahwa Tlogorejo itu berasal dari kata ‘tlogo’ dan ‘rejo’ yang mengandung arti sendang yang airnya mengalir terus.

Namun berdasarkan cerita Mbah Wi, warga Desa Tlogorejo mengukapkan, Desa Tlogorejo atau Kacamatan Tlogowungu tercipta pada jaman pemerintahan Adipati Mangun Oneng. Ketika itu Kadipaten Pati Pesantenan mencapai puncak kejayaan, dalam memegang tampuk pemerintahan Sang Adipati, didampingi seorang patih yang cakap dan sakti mandraguna, sehingga dalam sektor keamanan Kadipaten Pati selalu aman dan tentram.

Berkat kemakmuran Kadipaten Pati yang gemah ripah loh jinawi, cukup sandang, cukup pangan, serta kearifan dan kebijaksanaan Sang Adipati Mangun Oneng. Bahkan, gaung ketentraman dan keamanan Kadipaten Pati sampai terdengar di Pulau Jawa bagian barat, tepatnya di Serang Banten.

Yang saat itu terjadi perang saudara perebutan kekuasaan. Kerusuhan terjadi dimana-mana. Sehingga banyak kawula alit yang menjadi korban, salah satunya adalah seorang janda miskin dan tiga orang putranya.

Kemakmuran Kadipaten Pati ternyata memikat hati Janda yang bernama Nyai Rujak Beling, untuk mengadu nasip di Pati. dengan mengajak ketiga anaknya yang bernama Ki Tabrani sebagai putra pertama, serta Ki Tambir putra kedua, serta yang ketiga seorang wanita bernama Nyi Surti, mereka menuju Kadipaten Pati menemui Adipati Mangun Oneng, untuk minta izin agar di perbolehkan mengadu nasib hidup di Pati.

Dengan rasa iba, Adipati langsung meberikan mereka tempat di sebelah utara Kadipaten Pati. Mendapati hal tersebut, dengan rasa gembira Nyi Rujak Beling mohon pamit langsung berangkat menuju ke arah utara kota Kadipaten Pati.

Sesampainya di tepi hutan, Nyi Rujak Beling duduk bersemedi memohon petunjuk kepada Tuhan Yang Kuasa. Dengan mata batinnya, dia melihat sebuah telaga kecil yang sangat jernih airnya, serta disekelilingnya banyak pohon wungu yang besar.

Setelah mendapat petunjuk, Nyi Rujak Beling menyudahi semedinya dan bergegas melanjutkan perjalanan masuk hutan ke arah utara. Akhirnya ditemukan telaga tersebut, ternyata semuanya cocok dengan wangsid yang telah ia terima di dalam semedi.

Nyi Rujak Beling sekeluarga sangat gembira. Dia tak lupa mengucap syukur pada Tuhan Yang Maha Kuasa. Sehingga mereka segara membuat gubuk untuk berteduh dan tidur. Selain itu, Ternyata di sekitar tempat yang di tinggali tersebut juga terdapat banyak bahan-bahan yang bisa dibawa ke pasar untuk dijual.

Ki Tabrani mendapat tugas untuk mencari konsumsi se hari-hari. Sehingga Setiap hari ia harus pergi ke pasar, guna menjual hasil hutan seperti ubi-ubian, buah-buahan, dan yang paling diandalkan adalah hasil madu tawon gung. Sedangkan Kedua adiknya bertugas membabat hutan untuk ladang bercocok tanam.

Setelah sepekan di dalam hutan, gangguan mulai datang. Nyi Rujak Beling didatangi dua sosok jin, yang pertama bernama Rantang Kuning, dan yang kedua bernama Rantang Sari. Dua jin wanita tersebut berparas cantik. Maksud kedatangannya tersebut untuk melarang Nyi Rujak Beling bertempat tinggal di sana.

Merasa keberadaannya terganggu oleh ke dua jin tersebut, akhirnya pertengkaran pun terjadi. Kedua jin itu kalah, tak kuat menerima sabetan pusaka Cinde Puspitosari milik Nyi Rujak Beling. Dan mereka berdua berjanji tak akan mengganggu, dan bersedia menjadi pengikut Nyi Rujak Beling.

Sementara itu, Ki Tabrani masih rutin menjual hasil hutan madu tawon gung ke kota. Di pinggiran kota Pati, tepatnya di Desa Randu Kuning, ia bertemu dan berkenalan dengan wanita cantik jelita yang bernama Raden Ayu Rara Sumirah, putri tunggal seorang janda kaya raya bernama Rondo Kuning.

Setiap hari, Nyi Sumirah membeli dagangan Ki Tabrani, sampai diajaknya ke rumah untuk dikenalkan dengan ibunya. Nyi Rondo Kuning tidak melarang anaknya berkawan dengan jejaka ganteng dan santun yang bernama Tabrani itu. Sehingga Ki Tabrani memberanikan diri untuk menyatakan perasaan cintanya pada Sumirah. Bagaikan Pucuk di cinta ulam pun tiba. Kata-kata itulah yang selama ini ditunggu-tunggu Nyi Sumirah. Perasaan cinta Tabrani diterima oleh Nyi Sumirah.

Mengetahui cintanya diterima Ki Tabrani, lalu ia mengajak ibunya Nyi Rujak Beling untuk datang melamar ke ibu Sumirah, yaitu Rondo Kuning. Pertemuan kedua orang tua pun terjadi, karena amat sayang kepada putri tunggalnya tersebut, Nyai Rondo Kuning menerima lamaran itu.

Hari baik telah ditentukan. Pernikahan pun berlangsung sangat meriah. Setelah sepekan, Ki Tabrani membernikan diri untuk matur ke pada mertuanya, mohon izin agar tempat tinggalnya dibangun menjadi sebuah Desa yang subur dan makmur. Mendapati keinginan menantunya tersebut, Nyai Rondo Kuning merestui dan memberi bekal alat pertanian dan bahan makanan yang cukup kepada Ki Tabrani bersama istrinya.

Sesampainya di desa, Nyi Sumirah membantu mertuanya mengambil air di sendang (telaga). Tiba-tiba muncul ular besar dari dalam telaga. Nyai Sumirah takut menjerit, lalu jatuh pingsan. Mendapati mantunya pingsan, Nyai Rujak Beling langsung memberikan pertolongan kepada menantunya, sehingga kembali sadar.

Dengan adanya peristiwa tersebut, Nyai Rujak Beling bersabda : “ya keno dadi peng ileng – ileng anak putu embesok yen rejo rejone jaman pangonan iki dadi deso tak jenakno deso Rogowungu. ( ya bisa jadi pengingat besuk jika rame tempat ini kalau jadi desa kuberi nama desa Rogowungu)”.

Lebih lanjut, Ki Tabrani mengejar ular raksasa tersebut yang melarikan diri ke arah barat, dan masuk ke sebuah mata air. Kemudian mata air tersebut ditutup oleh Ki Tabrani. Namun, tiba-tiba air di tempat itu malah meluber dan berubah menjadi sebuah belik atau sendang. Sehingga, oleh Ki Tabrani diberi nama Belik Bunton yang masih ada sampai sekarang.

Kesuburan tanah, lambat laun membuat banyak orang ikut membuka hutan dan bertempat tinggal di Rogowungu yang sudah menjadi Desa. Ki Tambir anak kedua mohon pamit untuk membuka hutan di timur Rogowungu, dan membuat sanggrahan, dan sekarang jadi Desa Sanggrahan.

Nyi Surti tidak mau ketinggalan, dia mohon izin pada ibunya untuk membuka hutan di utara Rogowungu. Cara membabat hutannya Nyi Surti dengan posisi jongkok (Ndekem), sehingga dibuatlah Desa bernama Ndekem, yang sekarang bernama Desa Sumbermulyo, dengan salah satu perdukuhannya bernama Dukuh Ndekem.

Mendengar kabar adiknya hidup makmur di Kadipaten Pati, Kakak kandung Nyi Rujak Beling Ki Rembulanan menyusul dari Serang Banten datang ke Pati, dengan tujuan untuk membuka hutan di sebelah barat Rogowungu, yaitu daerah hutan yang banyak macannya. Anehnya, macan-macan itu ternyata malah bersahabat dengan Ki Rembulanan, sehingga daerah itu diberi nama Kebon Macan sampai sekarang.

Hingga akhirnya, Manusia tidak ada yang bisa melawan takdir. Satu persatu tokoh-tokoh itu dipanggil Yang Kuasa. Tinggal Nyi Sumirah, istri Ki Tabrani hidup seorang diri. Jin Rantang Sari dan Rantang Kuning yang setia dengan janjinya akan tetap mengabdi pada keluarga Nyi Rujak Beling. Keduanya menunggalkan raga masuk ke raga Raden Ayu Sumirah. Hingga Raden Ayu Sumirah melakukan moksa seketika, dan rakyat Rogowungu percaya Nyai Sumirah menjadi dayang Desa Rogowungu yang sekarang menjadi Desa Tlogowungu.

Kesimpulan dari kisah tersebut, dimungkinkan perubahan nama dari Rogowungu ke Tlogowungu masih belum ada yang dapat menjelaskan sacara pasti. Setiap perubahan dan setiap bulan Jawa Apit, selalu diadakan bersih desa dengan tujuan Desa Tlogorejo selalu dijauhkan dari malapetaka, pagebluk dan bencana alam.

Dalam versi lain, nama Tlogowungu berasal dari kata ‘Tlogo’ dan ‘wungu’, di desa terdapat telaga yang dikelilingi pohon yang bunganya berwarna wungu, oleh sebab itu nama daerah ini diberi nama dengan sebutan Tlogowungu.

Sedangkan untuk nama Tlogorejo sendiri, masih banyak yang mempertanyakan, dari kapan sebenarnya penyebutan desa yang dulu disebut dengan Rogowungu tersebut. Ada juga beberapa penduduk yang mengartikan bahwa, Tlogorejo itu berasal dari kata ‘tlogo’ dan ‘rejo’ yang mengandung arti sendang, yang airnya mengalir terus. (WJ/RM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :