Mengenang Kembali Sosok Raden Mas Panji Sosrokartono

oleh -1,715 kali dibaca
Foto: Raden Mas Panji Sosrokartono, Rabu (31-01-2018). (Nila Niswatul Chusna/ISKNEWS.COM)

Kudus, ISKNEWS.COM – Sependek ingatan, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat sebelum diangkat menjadi Bupati Jepara beliau menikah dengan seorang wanita biasa asal Teluk Awur yang bernama Mas Ajeng Ngasirah.

Dari pernikahan tersebut dikaruniai delapan anak yakni lima orang laki laki dan tiga orang perempuan. Untuk meneruskan darah biru yang dimiliki, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat menikah kembali dengan Raden Ajeng Moerjam yang dikaruniai tiga orang putri.

Pernikahan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dengan Mas Ajeng Ngasirah terlahir sosok-sosok pejuang kemerdekaan yang namanya begitu harum bagi bangsa ini, seperti Sosrokartono dan Kartini.
Raden Mas Panji Sosrokartono atau yang lebih dikenal sebagai Sostrokartono, merupakan anak ke tiga dari pasangan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dengan Mas Ajeng Ngasirah.

Pria kelahiran Jepara, 10 April 1877 tersebut adalah kakak kandung dari Raden Ajeng Kartini, tokoh emansipasi wanita yang jasanya begitu dikenang oleh bangsa ini. Tak dipungkiri, Sosrokartono merupakan sosok penting di balik perjuangan Raden Ajeng Kartini dalam menegakkan keadilan bagi wanita Indonesia.

Menurut penuturan Temu Sunarto (57), juru kunci Pesarean Sidomukti bahwa kecerdasan yang dimiliki oleh Sosrokartono sudah terlihat dari ia masih balita.

Kala itu Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat masih menjabat sebagai Wedana (pembantu pemimpin wilayah tingkat Kabupaten – Red) di Kudus. Pada usia Sosrokartono ke tiga tahun, ia dapat mengetahui jika Sang Ayah akan naik jabatan.

“Tak disangka apa yang diucapkan Sosrokartono kecil berbuah nyata. Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat diangkat sebagai Bupati Jepara dan membawa seluruh anak istrinya untuk pindah ke Jepara,” ucap Sunarto, Rabu (31-01-2018).

Kecerdasan yang ditunjukkan oleh Sosrokartono kecil, menjadikan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat memberi dukungan penuh atas pendidikan yang dijalaninya, hingga menghantarkannya pada gelar Sarjana Pertama di Indonesia. Tentu saja, perjalanan yang harus ditempuh oleh Sosrokartono untuk mencapai gelar tersebut tidaklah mudah.

Foto: Makam Raden Mas Panji Sosrokartono, Rabu (31-01-2018). (Nila Niswatul Chusna/ISKNEWS.COM)

Ia harus menempuh pendididkan di Eropesche Lagere School (ELS) Jepara hingga tahun 1892. Setelah itu, melanjutkan pendidikan di Hogere Burger School (HBS) dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 1897. Rasa haus akan ilmu pengetahuan, membawa Sosrokartono ke Negeri Belanda.
Masih di tahun 1897.

Di sana, ia menempuh pendidikan di Sekolah Tehnik Sipil dan Polytechnikische School, Delft, Belanda. Setelah kenyang mengenyam pendidikan di sekolah tehnik, ia berpindah haluan ke Fakultas Sastra dan Filsafat di Unversiteit Leiden pada tahun 1899. Dari sana ia belajar berbagai bahasa asing, total bahasa asing yang dikuasai oleh Sosrokartono sebanyak 26 bahasa, 17 diantaranya merupakan bahasa internasional dan 9 bahasa nusantara.

Pada tahun 1901, Sosrokartono lulus dari Fakultas Sastra dan Filsafat di Unversiteit Leiden dan menobatkan dirinya sebagai Sarjana Muda pertama dari Indonesia.

“Lagi-lagi, prestasi membanggakan di torehkan oleh Sosrokartono yakni pada 8 Maret 1908, ia dinyatakan lulus sebagai seorang Doktorandus di Leiden dengan predikat Summa Cumlaude. Ia merupakan orang pribumi pertama yang mendapat gelar Dokterandus,” ungkapnya.

Segenap gelar dan prestasi yang di torehkan oleh Sosrokartono menjadi sebuah bukti yang menggambarkan, semangat seorang anak pribumi dalam memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan untuk mengangkat citra bangsanya dari jurang kebodohan.

Perjalanan Sosrokartono berlanjut, keahliannya dalam menguasai 26 bahasa membawanya menyusuri setiap penjuru Benua Eropa dan menjalankan berbagai macam pekerjaan. Diantaranya pada tahun 1917, dirinya terpilih sebagai wartawan perang sebuah surat kabar ternama dari Amerika yakni The New York Herald Tribune. Setelah melewati serangkaian tes yang berat dan mengalahkan para pesaingnya dari beberapa negara.

Kiprahnya dalam dunia jurnalis handal begitu diakui oleh dunia internasional. Hal itu tergambar saat dirinya melakukan peliputan perundingan perdamaian di akhir Perang Dunia I. Dimana ia dapat meliput perundingan rahasia antara Jerman dan Perancis di sebuah gerbong kereta api di hutan Campienne, Perancis.
Dan berita tersebut berhasil menjadi sorotan banyak pihak, dari kejadian itulah prestasi gemilang sebagai seorang wartawan perang terbaik ditorehkan oleh Sosrokartono. Berbagai profesi dan prestasi gemilang ditorehkannya di Eropa. Hal tersebut tak membuatnya lupa akan kampung halaman.

Di Indonesia, Sosrokartono juga menorehkan sebuah prestasi membanggakan. Dimana dirinya terlibat aktif sebagai tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Bahkan Ir. Soekarno menyebut Sosrokartono sebagai sutradara dibalik peristiwa penting bagi bangsa Indonesia tersebut.

Setelah Indonesia merdeka, Sosrokartono mengabdikan dirinya dibidang sosial. Ia mendirikan sebuah tempat pengobatan yang diberi nama Dar Oes Salam. Ditempat tersebut ia melakukan pengobatan secara spiritual dengan media air putih dan Raja Alif.

Hingga akhir hayatnya Sosrokartono mengabdikan dirinya untuk aksi sosial. Berbagai julukan dan kisah muncul dalam perjalanan hidupnya, dari Mandor Klungsu, Joko Pring, Sang Guru dan Sang Alif.

Sosok pangeran jawa yang cerdas dan hebat ini tutup usia pada 8 Februari 1952 di kediamannya Jalan Pungkur No 19 Bandung (Dar Oes Salam -red). Jasadnya kemudian dimakamkan di Pesarean Sidomukti Kudus.

Meskipun, dirinya telah tiada. Namun, ajaran dan pelajaran hidup yang ditinggalkannya selalu dikenang dan hidup di hati masyarakat Indonesia. (NNC/WH)

KOMENTAR SEDULUR ISK :