Mesin Tua Jadi Roda Penggerak Perekonomian Wawan

oleh -1,021 kali dibaca
Wawan Subhan (36) sedang mengoperasikan mesin Foil di Desa Krandon, Kecamatan/Kabupaten Kudus, Rabu (14-02-2018). (Nila Niswatul Chusna/ISKNEWS.COM).

Kudus, ISKNEWS.COM – Perkembangan teknologi yang semakin mutakhir, menjanjikan sejumlah kemudahan bagi manusia dalam menjalankan aktivitasnya. Mesin canggih seolah menjadi pilihan bagi pelaku industri dalam menghasilkan produk dengan kualitas terbaik.

Akan tetapi hal tersebut, tidak berlaku bagi Wawan Subhan (36), seorang pengusaha percetakan asal Desa Krandon, Kecamatan/Kabupaten Kudus. Ia mampu membuktikan, bahwa mesin percetakan kuno ternyata mampu menjadi penggerak roda perekonomian keluarga dan sejumlah karyawannya.

Pada media ini, Rabu (15-02-2018), ia mengungkapkan bahwa seluruh mesin yang digunakan untuk proses produksi, merupakan warisan dari masa Kolonial Belanda. Mesin-mesin tersebut ia dapatkan, dari pengusaha percetakan yang sudah gulung tikar asal sejumlah daerah di Indonesia.

Saat ditanya mengenai alasan lebih memilih menggunakan mesin kuno, dibandingkan mesin modern. Ayah dengan dua anak ini mengatakan, harga mesin kuno lebih terjangkau sehingga menjadikan modal yang ia butuhkan untuk memulai usaha percetakan tidak begitu besar.

“Selain itu, kualitas yang dihasilkan dari mesin kuno juga tidak kalah dengan mesin modern. Hal ini kemudian memantapakan saya untuk terus menggunakan mesin-mesin kuno sampai saat ini,” kata Wawan.

Usaha yang dirintisnya bersama sang istri sejak sepuluh tahun silam ini, tidak menggugurkan tekadnya untuk terus menggunakan mesin kuno. Sempat terpikir olehnya untuk beralih ke mesin modern, akan tetapi keterbatasan dana membuatnya kembali menggunkan mesin kuno.

Lembat laun ia berhasil meyakinkan dirinya untuk terus mengembangkan peruntungannya dari mesin kuno yang ia miliki. Total mesin yang dimilikinya kini, ada sembilan buah yang terdiri dari mesin pon, foil, embos dan potong.

“Dari sekian banyak mesin kuno yang saya miliki, mesin embos ini adalah yang paling tua. Mesin ini dibuat pada tahun 1928,” ungkap Suami Elok Erfina tersebut, sembari memegang mesin embosnya.

Untuk perawatan mesin, ia mengaku tidak mengalami kendala yang berarti. Mesin tersebut hanya perlu dibersihkan dan dilumasi secara rutin. Sehingga ongkos yang ia keluarkan untuk biaya perawatan mesin terbilang murah.

“Kendalanya lebih pada Sumber Daya Manusia (SDM). Karena mesin yang saya gunakan adalah mesin kuno yang masih dijalankan manual, menjadikan proses produksi memerlukan banyak tenaga. Untuk proses produksi saya dibantu oleh delapan orang karyawan. Meskipun demikian saya dan istri, masih ikut membantu proses produksi,” tuturnya.

Meskipun mesin yang digunakan masih manual, hal tersebut tidak menghalangi pangsa pasarnya. Pada isknews.com ia mengaku, jika pemasarannya tidak hanya dari masyarakat lokal namun telah mencapai beberapa daerah luar Jawa, seperti Sumatera dan Kalimantan.

Tak dipungkiri, keberadaan mesin kuno tersebut mampu menjadi roda penggerak perekonomian bagi keluarga Wawan, serta sejumlah karyawannya. (NNC/AM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :