Museum Gus Jigang, Pintu Awal Studi Islam Nusantara di Kudus

oleh -1,455 kali dibaca
Museum Gus Jigang, Pintu Awal Studi Islam Nusantara di Kudus
Foto: Istimewa

Kudus, ISKNEWS.COM – Tahun ini, ada pemandangan baru dalam mengisi libur panjang Idul Fitri di Kabupaten Kudus. Di bukanya wisata edukasi Museum Gus Jigang menjadi sebuah trobosan baru dalam mengisi libur lebaran. Tak sekedar itu, Gusjigang Building ini juga dapat menjadi pintu awal studi islam di Kabupaten Kudus.

Kementrian Agama melalui Kasi Penelitian Direktorat PTKI, Mahrus mengatakan proses penyelesaian isi Museum Gusjigang ini, hendaknya lebih dilihat dalam konteks ilmu pengetahuan dan budayanya.

“Dalam kaca mata ilmu pengetahuan dan budaya, dengan mengamati museum jenang dan Gusjigang ini, mengingatkan saya pada teori Invented Tradition atau The Invention of Tradition dari Eric Hobsbawm,” katanya.

Dalam penjelasannya, Hobsbawm menyebutkan bahwa untuk mengungkap tradisi, budaya yang sudah lama tidak dikenal publik, maka perlu dibuat lagi dengan kreasi baru tanpa menghilangkan tradisi atau budaya asalnya.

Museum Gus Jigang, Pintu Awal Studi Islam Nusantara di Kudus
Foto: Istimewa

Museum Jenang dan Gusjigang di Kudus, seperti yang saya saksikan dan amati membuktikan hal itu pada saat saya sedang liburan Idul Fitri tahun 2018. Dengan membaca apa yang tertulis dalam museum Gusjigang ini mengingatkan strategi dakwah para Sunan atau Wali di Jawa, khususnya Sunan Kudus.

Menteri Agama, Lukman Hakim Syaifuddin dalam kunjungannya ke Museum Jenang dan Gusjigang pada Selasa (05-05-2018), mengatakan gedung yang mengambil nama dari ajaran Sunan Kudus ini, memiliki nilai esensial yang baik. Bahkan ia meyakini, Gusjigang Building ini memiliki makna sesuatu yang sifatnya potensial.

Oleh karenanya, diharapkan kepada para akademisi, khususnya para dosen dan mahasiswa PTKI dapat bersinergi atau memanfaatkan museum Gusjigang sebagai bagian penting dalam dunia akademik.

Museum Gus Jigang, Pintu Awal Studi Islam Nusantara di Kudus
Foto: Istimewa

“Diakui atau tidak, di Indonesia selama ini museum belum menjadi alternatif penting dalam dunia akademik. Hal ini berbeda dengan tradisi akademik di Eropa atau Barat, dimana posisi museum, arsip dan perpustakaan itu menjadi bagian penting dari sumber referensi akademik,” ungkapnya.

Bahkan Mahrus menyampaikan, sebelum menulis karya ilmiah, perlu dilakukannya kunjungan ke museum. Karena berkunjung ke museum itu seperti membaca ensiklopedi. Kemudian baru membahas dan menganalisisnya. Di situ pula relevansinya teori Invented Tradition Hobsbawm.

“Sebelum kita mengungkap peradaban yang ada di suatu daerah, lihatlah tradisi yang sudah berkembang di daerah tersebut. Sebab dalam tradisi itulah nilai-nilai peradaban juga diungkap. Hobsbawm mengambil sampel invensi budaya ini dari tradisi di London,” pungkasnya. (NNC/WH).

KOMENTAR SEDULUR ISK :