Penampilan Teater Terjal UGM di Kudus Pukau Ratusan Penonton

oleh -1,303 kali dibaca

Kudus, isknews.com – Teater Terjal dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam lawatannya ke Kabupaten Kudus mementaskan Ketoprak Lesung dengan lakon berjudul ”Bondho Buntang”, dan telah berhasil memukau ratusan penonton di Balai Budaya Rejosari Dawe, Kudus pada Sabtu malam, (6/1/2018).

Teater Terjal sendiri merupakan Badan Otonom yang ada di Fakultas Ilmu Budaya UGM Yogyakarta. “Dimana sebagai wadah menyalurkan bakat seni peran mahasiswa FIB UGM dan menumbuhkan semangat berteater,” Jelas Ketua Teater Terjal, M. Lutfi D. K.

Ditambahkannya, Pementasan ini diselenggarakan pada estimasi waktu antara 30 Desember 2017 – 15 Januari 2018, bertempat di Yogyakarta, Kudus, dan Lampung. Lebih lanjut, Teater Terjal Menggaet seorang Seniman, Gati Andoko, sebagai sutradara dalam pementasan ini, Teater Terjal bermaksud mengedepankan unsur musikal yang menggerakkan raga melalui olah jiwa. Pemain-pemain yang akan terlibart dalam pementasan ini adalah Emhaf, Lutfi, Angga, Adi, Tami, Ank, Dayat, Aric, Yon, dan Resqi, pegiat teater Yogyakarta.

Sementara itu, Teater Pimpinan Produksi M. Hamdan Mukafi ini menjelaskan, kenapa di pilihnya Kabupaten Kudus sebagai lawatan roadshow-nya, selain strategis juga sesuai cerita dan tema yang diusung eratkaitannya dengan Sunan Kalijaga, Kudus, Rembang Semarang, disana filosofis dan religiusitas sangat cocok dan sesuai dengan kontur budaya Kudus.

“Tema yang diangkat dalam pementasan ini sangat dekat dengan isu kebhineka-an Indonesia saat ini. Perpecahan akibat perbedaan “pandangan” religiusitas, telah dengan estetik, berusaha mengotak-atik ke-Pancasila-an,” kata pemuda yang akrab disapa Emhaf itu.

Hal itu dianalogikan, secara semiotis, oleh Teater Terjal dengan mendekonstruksi pertemuan Dampo Awang dengan Sunan Kalijaga. Dekonstruksi ini sendiri melawan teori waktu dengan menggabungkan kearifan-kearifan di abad 14-16 dan korelasinya dengan kebebasan ekspresi tekstual dalam mengolah estetika pemanggungannya.

Dibeberkan Emhaf, Judul Bondho Buntang yang menjadi puncak piramida dari tema pementasan ini menyajikan makna semantis retoris. Kata bondho berasal dari Bahasa Jawa yang bermakna ‘modal, dana, bekal’. Sementara itu, kata buntang berasal dari Bahasa Palembang, yang telah terformulasikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bermakna ‘mayat’. Melalui dua dasar makna ini, pementasan ini mendokunstruksi makna kematian, menunjukkan di dalamnya ada rantai makna yang tidak memiliki ujung, dan adalah hak penonton untuk terus merangkai maknanya.

“Pementasan ini telah usai dilaksanakan diselenggarakan di Yogyakarta di Omah Petruk beberapa waktu lalu, lalu malam ini bertempat Kudus di Balai Budaya Rejosari, dan giliran selanjutnya Lampung di Universitas Lampung,” ujarnya usai pementasan.

30 Desember 2017 diambil sebagai waktu diselenggarakan pementasan pertama, di Yogyakarta, sekaligus dilakukan kajian pemanggungan, baik secara intelektual dan estetika pemanggungan yang akan dihadiri oleh aktivis kesenian dan civitas akademik yang memiliki perhatian terhadap kebudayaan.

Untuk pementasan di Kudus dilaksanakan pada 6-8 Januari 2018. Dan terakhir, pementasan di Lampung dilaksanakan pada 11-15 Januari 2018. Setiap pementasan diadakan pukul 19.30 sampai pukul 22.00.

“Pegiat teater yang hanya bermain peran tanpa mendasari diri dengan kemantapan intelektualitas tentang apa yang dipentaskannya, hanyalah akan menjadi bisnis panggung yang membosankan,” ucap Emhaf, yang sekaligus salah satu aktor dalam pementasan Kethoprak Lesung ini.

Apa yang dikatakannya itu menjadi cambukan sekaligus sebuah keyakinan bahwa pementasan keliling Teaeter Terjal ini akan membawa nilai transformatif yang didalamnya terfusi intelektualitas, kesenian, dan sebuah bisnis pemanggungan.

Untuk masalah pesan moral, kita sebagai pementas hanya tinggal melakoni alur ceritanya, biarkan penonton yang mengambil atau mendapatkan pesannya. “Akan tetapi kita punya pesan yang kami usung,” kata Mahasiswa UGM itu.

Diantaranya, lanjut Emhaf, Kritik yang dekat dengan kita, seperti halnya mayat atau orang yang sudah meninggal nasibnya tidak terawat atau tidak disholatkan karena adanya suatu perbedaan.

Selain itu, Politikus yang bertindak semena-mena hanya demi untuk kepentingannya sendiri, kepentingan rakyat dibiarkan, rakyat-rakyat di injak oleh penguasa dholim. Dalam pementasan tersebut, kami juga mengusung kebhinekaan dalam satu kebudayaan, terlihat dari kosa kata bahasa yang dipakai dalam pementasan, yakni Bahasa Bali, Palembang, Jawa dan Sunda.

Untuk penampilan di Kudus, sampai saat ini alur ceritanya sudah nambah 25 persen, Inti-inti nya muaranya sama supaya warna-warna nya berbeda kami mengangkat pesan yang disesuaikam dengan isu saat ini, Rancangan utama atau tubuh utama di susun oleh sutradara, namun kita para pemain dikasih kebebasan, setiap Kali latihan, sutradara berpesan, “Naskah ini akan baru selesai ketika kalian kembali dari lampung, artinya selama proses kita bisa menambah naskah sesuai konteks atau isu dengan kondisi negara ini.” pungkasnya. (AJ)

KOMENTAR SEDULUR ISK :

No More Posts Available.

No more pages to load.