PPRK Dukung Pemerintah Tekan Peredaran Rokok Ilegal

oleh -1,385 kali dibaca
oleh

Kudus, ISKNEWS.COM – Ruang gerak peredaran rokok ilegal memang terbesar ada pada jenis rokok golongan tiga atau jenis rokok yang terjangakau konsumen. Kebanyakan rokok ini dijual dengan harga per bungkus Rp 6.000. Di segmen inilah produsen rokok ilegal biasa bermain.

Karena hal itulah para pengusaha rokok berkomitmen untuk membantu negara dengan tidak mencuri cukai atau rokok ilegal. Hal tersebut disampaikan oleh Agus Sarjono Ketua Harian Asosiasi Persatuan Perusahaan Rokok Kudus (PPRK), sesaat sebelum menjadi pemateri pada acara Diskusi Publik “Maraknya Peredaran Rokok Ilegal, Bagaimana Solusinya?”, yang digelar di ruang pertemuan lantai dua Hotel Gryptha Kudus, Kamis (15/11/2018) pagi.

Kabupaten Kudus merupakan sentra produksi rokok yang sekaligus penyumbang penerimaan cukai rokok terbesar nasional. Namun,keberadaan peredaran rokok illegal tertama di Kudus, sangat merugikan bagi pertumbuhan industri rokok serta merugikan Negara dari sektor penerimaan bea cukai, karena rokok illegal umumnya menggunakan cukai palsu untuk mengelabuhi serta mengelakkan dari pembayaran cukai.

“Memang selama ini banyak peredaran rokok illegal yang sangat merugikan industri rokok Iegal,dan merugikan Negara,” ucapnya.

Agus menambahkan, rokok ilegal sering kali menyasar konsumen ekonomi lemah. Karena selisih harga dengan rokok yang legal cukup jauh, sehingga situasi ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum untuk meraih keuntungan dengan cara-cara yang melanggar aturan.

“Kebijakan pemerintah untuk menyederhanakan atau simplifikasi struktur tarif cukai rokok dinilai dapat melindungi pabrikan rokok kecil dan mendorong peningkatan pendapatan negara. Kebijakan ini dinilai bisa menutup celah pabrikan rokok besar untuk tidak lagi membayar tarif cukai rokok yang lebih rendah, negara diuntungkan karena penerimaan bisa optimal,” tambahnya.

Partisipasi aktif dalam membantu pemerintah untuk meminimalisir peredaran rokok ilegal juga dilakukan dengan melibatkan para para sales di lapangan, yang turut memantau dan menginformasikan rokok ilegal yang beredar di pasaran.

Disinggung mengenai efektifitas peran pemerintah dalam menindaklanjuti peran pengusaha membantu menginformasikan peredaran rokok ilegal, Agus mengatakan, dilapangan aparat yang memberikan penekanan atau penindakan itu tidak seluruhnya itu memiliki perlengkapan perlindungan hukum sebagai aparat penindak.

“Misalnya di beberapa tempat aparat Satpol PP, dia tidak dapat menangkap dia hanya bisa melaporkan, atau mungkin juga lokasi peredaran rokok ilegal ini biasanya jauh dari lokasi atau keberadaan para penegak hukumnya misalnya di wilayah lokasi yang tidak ada hubungan efektif dengan instansi instansi yang dekat dengan mitra kami, instansi bea cukai di wilayah yang tidak ada hubungan emosional dengan peredaran rokok ilegal sehingga harus koordinasi terlebih dahulu, sehingga agak kurang efektif,” tuturnya.

Sementara itu menurut Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Kudus, Imam Prayitno, S.Kom, mengatakan berdasarkan data dari Kementrian Keuangan, bahwa target penerimaan cukai hasil tembakau pada tahun 2019 meningkat menjadi Rp 158,8 triliun dari target tahun ini yang sebesar Rp 148,2 triliun. Naik sekitar Rp 10,6 triliun.

“Pemerintah sempat mewacanakan kenaikan tarif cukai rokok untuk tahun 2019, namun kenaikan tarif cukai tersebut dapat berdampak negatif kepada struktur industri rokok di Indonesia,” jelas Imam

Imam menambahkan,dengan tidak naiknya cukai rokok pada tahun 2019 serta maraknya peredaran rokok illegal dikhawatirkan pemerintah dalam hal ini Kementrian Keuangan tidak dapat memenuhi target penerimaan cukai tembakau yang telah ditetapkan sebesar Rp 158,8 triliyun. (MK/YM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :

No More Posts Available.

No more pages to load.