Tradisi Dan Filosofi Bakda Kupat

oleh -1,340 kali dibaca

Kudus, isknews.com – Masyarakat Kudus dan beberapa kota-kota di wilayah Pantura timur mengenal dua istilah, Bakda Lebaran dan Bakda Kupat. Bakda Lebaran adalah perayaan Idul Fitri yang diisi dengan shalat Id dan silaturahim. Sementara Bakda Kupat dilakukan tujuh hari setelahnya. Pada saat itu masyarakat membuat ketupat untuk diantarkan kepada sanak kerabat sebagai tanda keberasamaan.

Menurut Sejarawan asal Pati, Harjono, Tradisi Lebaran Ketupat, Bakdo Kupat, Bodo Kupat atau Kupatan memang tidak hanya di miliki beberapa kota-kota di pulau Jawa, komunitas Muslim Jawa di berbagai daerah seperti Muslim di Kampung Jawa Todano di Minahasa. Bahkan Tradisi mengantarkan makanan ini juga teradapat di Motoboi Besar, Sulawesi Utara dan di Bali. Muslim Bali.

Menurutnya, ketupat sudah dikenal masyarakat Jawa pada abad ke-15 seiring penyebaran Islam yang dilakukan Wali Songo (sembilan wali) di Pulau Jawa. Lebaran Ketupat dilaksanakan tepat di hari kedelapan Syawal dan dilaksanakan usai melakukan ibadah puasa sunnah Syawal selama enam hari pada 2 – 7 Syawal. Dengan demikian, Lebaran Ketupat adalah ‘pesta kedua’ untuk merayakan keberhasilan melaksanakan sunnah Nabi.

Di Kudus sendiri, menurut MM Bhurnomo budayawan asal Kudus yang di temui di lokasi puncak Sewu Kupat Taman Ria Colo, Selasa (12/7), menyampaikan, “even tradisional Lebaran Ketupat atau Kupatan di gelar hampir di seluruh kecamatan di Kudus dan mereka memiliki gelar tradisinya masing-masing, Seperti bebrapa yang menjadi unggulan budaya tahunan, seperti di Colo Dawe ini dengan “Kirab Sewu Kupat”, Bulusan Sumber Hadipolo dengan “Kirab Bulusan”dan Selis Tanjungrejo Jekulo, Bae dengan Sendang Jodo, Mejobo di Desa Kesambi dan banyak lagi yang lainnya, sedangkan khusus untuk Sewu Kupat Colo ini even tahun ke 10,” terangnya.

Tradisi dan kebudayaan dalam ritual agama tidak lahir tanpa filosofi dan nilai pesan-pesan kebajikan,. Perihal makanan yang bernama Ketupat saja disebut mengandung sejumlah Dipilihnya Janur sebagai cangkang Ketupat dikarenakan serupa dengan bahasa Arab Jaa’annuur yang artinya ‘telah datang cahaya kebenaran’. Anyamannya disebut sebagai simbol rangkaian kesalahan manusia, sedangkan isinya yang berwarna putih saat dibelah menjadi tanda kebersihan hati. Ketupat yang sudah siap beserta sejumlah lauk pauknya diantarkan ke sanak kerabat dekat dan jauh sekaligus bersilaturrahim dan menjalin kebersamaan dengan cara santap bersama. (YM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :