Kudus, isknews.com – Kasus antara Hotel The Sato yang berada di Jalan Pemuda, Desa Kramat, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus sudah final. Polemik antara pemilik hotel dengan 3 warga sekitar yang merasa dirugikan atas pembangunan hotel, sudah diputuskan Pengadilan Negeri (PN) Kudus Klas IB.
Seperti yang diketahui, ada tiga orang yang melakukan gugatan terhadap pembangunan Hotel The Sato. Yakni Benny Gunawan, Benny Junaedi, dan Wiwiek Kurniawan. Di mana rumah ketiga orang tersebut mengalami kerusakan parah akibat pembangunan hotel.
Sebab itu, mereka yang merasa dirugikan membawa kasus ini ke pengadilan untuk mendapatkan ganti rugi. Proses persidangan terus berlangsung sejak tahun 2021 akhir.
Hingga pada tanggal 12 Januari 2022 disepakati putusan Akta Perdamaian Nomor 63/Pdt.G/2021/PN Kds. Yang ditandatangani pihak penggugat atas nama Wiwiek Kurniawan dan pihak tergugat Hotel The Sato.
“Dari hasil perdamaian itu, pihak tergugat bersedia menuruti tuntutan penggugat. Mereka bersedia memperbaiki rumah yang rusak kembali seperti semula. Dan penggugat (Wiwiek) mengiyakan,” kata Kepala PN Kudus Singgih Wahono, Rabu (2/3/2022).
Lebih lanjut, Singgih mengungkapkan bahwa dalam putusan perdamaian, pihak hotel memberikan garansi selama 3 tahun untuk rumah yang sudah diperbaiki. “Setelah tiga tahun rusak lagi, tergugat mau memperbaiki lagi,” tegasnya.
Namun, berbeda dengan dua penggugat lainnya. Melalui surat putusan Nomor 62/Pdt.G/2021/PN Kds pada tanggal 18 Februari 2022, diketahui gugatan Benny Gunawan tidak dapat diterima. Dengan alasan pihak penggugat tidak beriktikad baik dalam mediasi.
Menurut Singgih yang juga menjadi Hakim Ketua dalam persidangan ini, pihak penggugat sempat akan menandatangani surat perdamaian seperti yang sebelumnya. Namun tanpa alasan jelas, pihak penggugat tiba-tiba menolak untuk tanda tangan konsep kesepakatan perdamaian yang sudah disepakati sebelumnya.
Selain itu, pihak penggugat dinilai tidak beriktikad baik ketika dua kali dipanggil persidangan tidak mau hadir secara berturut-turut.
Hal ini dinilai mengganggu jadwal pertemuan mediasi tanpa alasan sah.
“Jadi semuanya kembali ke awal lagi,” ungkap Singgih.
Atas hasil ini, pihak penggugat pun diberikan hukuman membayar biaya perkara yang sampai hari ditetapkan putusan, sejumlah Rp 907.500.
“Penggugat tidak beriktikad baik dalam mediasi. Karena pada saat sidang dengan agenda mediasi dua tergugat tersebut mencabut kesepakatan yang sebelumnya sempat diajukan oleh mereka sendiri. Entah atas alasan apa kemudian mereka mencabut kesepakatan. Sehingga oleh Mediator keduanya dianggap memiliki itikad tidak baik dalam bermediasi damai,” Kata Singgih. (AS/YM)