Kudus, isknews.com – Belasan buruh PT Multisarana Niaga Mandiri (MNM) di Kudus, yang mendadak diputus hubungan kerjanya, menggugat keras keputusan perusahaan yang mereka sebut sebagai “PHK sepihak dan sewenang-wenang.” Tak terima nasib mereka diperlakukan bak pion sekali pakai, para buruh kini memperjuangkan hak mereka melalui mediasi di Dinas Tenagakerja Perindustrian Koperasi dan UMKM (Disnakerperinkop dan UMKM) Kabupaten Kudus.
Lewat kuasa hukumnya, Wiyono SH, para buruh ini mendatangi kantor Disnaker pada Kamis (17/10/2024) untuk mediasi ketiga. Namun, pertemuan tersebut kembali buntu tanpa kesepakatan. Wiyono mengkritik tajam langkah perusahaan yang dinilainya melanggar aturan. “PHK ini jelas melabrak Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja dan PP Nomor 35 Tahun 2021. Perusahaan harusnya mengambil langkah efisiensi bertahap dulu, seperti mengurangi jam kerja atau menghentikan lembur, bukan main pecat begitu saja,” tegas Wiyono.
PHK 15 Menit: ‘Ini Tindakan Sewenang-wenang!’
Wiyono mengungkapkan bahwa perusahaan bahkan tidak memberi peringatan atau surat resmi sebelum PHK dilakukan. “Perundingan sepihak hanya berlangsung 15 menit! Itu bukan hanya melanggar aturan, tapi juga tindakan tidak manusiawi,” ujarnya. Buruh yang dipaksa menandatangani surat PHK pada 28 Agustus 2024 itu tidak diberi kesempatan untuk negosiasi secara layak.
Dua dari belasan buruh yang di-PHK, yakni karyawan tetap dengan masa kerja 10 hingga 25 tahun, seharusnya mendapat prioritas untuk tetap bekerja atau menerima kompensasi yang adil. “Proses PHK ini batal demi hukum, dan perusahaan wajib mempekerjakan mereka kembali,” desak Wiyono.
Kami Hanya Minta Perlakuan Manusiawi’
Salah satu korban PHK, Budi Utomo (52), yang telah bekerja hampir 30 tahun, mengaku kecewa dan merasa terkhianati. “Kami bekerja demi keluarga. Kalau memang harus ada pengurangan, lakukanlah dengan cara yang benar, bukan dengan menendang kami seperti ini,” ujar Budi dengan nada getir.
Para buruh juga menyebut bahwa uang pesangon yang diberikan tidak sesuai dengan ketentuan. Menurut Wiyono, perusahaan hanya menghitung kompensasi berdasarkan UMK, padahal undang-undang mewajibkan pesangon 30 kali gaji harian. “Ini manipulasi perhitungan. Mereka jelas melanggar hak buruh,” tambahnya.
Holding Perusahaan Besar, Tapi Abaikan Hak Buruh ?
PT MNM diketahui sebagai bagian dari holding produsen rokok besar di Kudus, dan peran mereka penting dalam produksi kertas pembungkus rokok. “Ironis sekali, perusahaan besar tapi perlakuan terhadap buruhnya sangat buruk. Jika mediasi ini gagal, kami tidak akan ragu membawa masalah ini ke jalur perdata atau bahkan pidana,” ancam Wiyono.
Buruh Bangkit Melawan: ‘Kami Tak Akan Diam!’
Wiyono menegaskan, kasus PHK sepihak seperti ini bukan yang pertama terjadi. “Masih banyak buruh yang nasibnya sama, tapi hanya sedikit yang berani bicara. Kebanyakan memilih pasrah karena takut,” katanya.
Mediasi ketiga ini dihadiri oleh sejumlah pejabat Disnakerperinkop dan perwakilan perusahaan, namun belum ada titik terang. Jika masalah ini tidak segera diselesaikan, bisa jadi akan memicu gelombang protes yang lebih besar dari para pekerja lain yang selama ini memilih diam.
Para buruh hanya menuntut satu hal: hak mereka dihormati, dan mereka diperlakukan dengan adil dan manusiawi. “Kami sadar kami ini rakyat kecil. Tapi kami tidak akan tinggal diam menghadapi ketidakadilan ini,” tandas Budi, penuh tekad.
Apakah ini awal dari kebangkitan buruh melawan ketidakadilan ? Waktu akan menjawab.