“Boboran” Budaya Banting Harga Pada Even Dandhangan

oleh -1,149 kali dibaca

KUDUS,  isknews.com – “Boboran” dalam Bahasa Indonesia bisa diartikan sesuatu yang kadaluwarsa, atau sesuatu yang berlebihan. Di Kabupaten Kudus, istilah tersebut muncul pada saat fajar hari pertama bulan puasa sesudah sahur, dimana ratusan pedagang kaki lima (PKL) yang “mremo” di Dandangan, keramaian tradisi menyambut datangnya awal Ramadhan, menjual dagangannya dengan harga murah.

Hal itu dilakukan karena hari itu merupakan batas waktu atau hari terakhir yang diberikan pihak panitia penyelenggara Dandangan, dalam hal ini adalah Dinas Perdagangan dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Kudus, bagi para PKL yang  berjualan di arena Dandangan dan pada hari itu juga ratusan PKL, baik yang berjualan di lapak-lapak di dalam tenda yang disediakan dan disewakan oleh panitia, maupun yang dibangunnya sendiri, termasuk pedagang  lesehan.  Pasalnya, tenda-tenda PKL itu menempati sejumlah ruas jalan yang merupakan jalan utama  yang setiap hari tak pernah sepi dari padatnya arus lalu lintas, terutama sepanjang Jalan Sunan Kudus.  Sehingga dengan telah selesainya Dandangan yang berlangsung selama 10 hari, sejak dimulainya keramaian yang sudah menjadi tradisi tahunan Di Kudus, pada 27 Mei lalu, pada hari pertama bulan puasa, yakni 6 Juni 2016, semua jalan-jalan itu harus bersih dari PKL.

Menyikapi kebijakan SKPD terkait itu, para PKL berusaha semaksimal mungkin untuk bisa menjual  barang dagangannya sebanyak-banyaknya, selama sehari itu, meskipun harus dengan membanting harga. Hal itu karena keuntungan yang  mereka dapatkan belum begitu banyak, atau bagi yang sudah mendapatkan keuntungan yang cukup, barang daganganya masih banyak, sehingga kalau mau dibawa pulang atau berpindah tempat, akan memakan  beaya transportasi yang tidak sedikit.

Langkah yang dilakukan PKL dengan membanting harga itulah, memunculkan anggapan oleh masyarakat, barang-barang yang dijual itu telah “bobor”.  Dari kata itulah lalu berubah menjadi “boboran”.  Dan saat itulah yang ditunggu oleh PKL maupun  pengunjung  di Dandangan.  Bagi para PKL, meskipun keuntungan yang diperoleh sudah cukup banyak, namun sebagian besar dari mereka tidak menyia-nyiakan “boboran” itu.  Demikian juga dengan pengunjung yang tidak hanya datang dari Kudus, namun juga dar kota-kota di sekitarnya, “boboran” meruapakan kesempatan bagi mereka  bisa membeli barang-barang yang diinginkan dengan harga semurah-murahnya.

Agar tidak sampai ketinggalan saat berlangsungnya “boboran” itu, warga masyarakat mempunyai kiat, yakni jalan-jalan semalam suntuk tidak tidur dengan menyusuri arena Dandangan, hanya pulang untuk makan sahur.  Usai shalat subuh dan manakala fajar tiba, mereka pun ramai-ramai datang ke lokasi Dandangan, memborong barang-barang dagangan yang sudah mereka incar sejak beberapa hari, sebelum berlangsungnya “pesta” banting harga itu. (DM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :