Dinkes Kudus dan MSI Komitmen Lakukan Percepatan Eliminasi Kasus TBC di Kudus

oleh -1,244 kali dibaca
Dari Kiri : Wakil Supervisor TBC pada DKK Kudus, Andi Purwono, Kepala Dinkes Kabupaten Andini Aridewi, Koordinator kualifikasi organisasi profesi TB, dr Luluk Adi Pratikto, Staf Program MSI Kabupaten Kudus, Abdul Ghofur saat Konferensi Pers Pernyataan Bersama Upaya Kolaborasi Penanggulangan Tuberkulosis di Hotel Griptha Kudus, Kamis (30/11/2023). (Aris Sofiyanto/ISKNEWS.COM)

Kudus, isknews.com –Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus bersama Mentari Sehat Indonesia (MSI) dan pemangku kepentingan lainnya komitmen melakukan percepatan untuk mengeleminasi kasus Tuberkukosis (TBC) di Kudus.

“Hingga akhir November 2023, capaian standar pelayanan minimal (SPM) untuk kasus TBC sudah 95 persen (11.694 suspek) dari target 12.366 suspek.

Sementara kasus positif TBC tercatat 2.422 orang, dimana 2.353 diantaranya merupakan kasus TBC Sensitif Obat (SO) dan 69 lainnya kasus TBC Resistan Obat (RO). Lalu untuk target penemuan kasus posisif sebanyak 2.544 kasus

Untuk yang sudah ternotifikasi kasus TB dan sudah tertangani ada 2.422 kasus, artinya kita sudah 95 persen dari target 2.544 kasus yang ditentukan oleh kemenkes,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus, Dokter Andini Aridewi saat Konferensi Pers Pernyataan Bersama Upaya Kolaborasi Penanggulangan Tuberkulosis di Hotel Griptha Kudus, Kamis (30/11/2023).

Menurut dia, angka temuan tersebut didapat setelah dilakukan penelusuran oleh berbagai pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya, baik tenaga kesehatan maupun kader-kader komunitas.

Lebih lanjut. Andini mengatakan dalam perspektif program, temuan kasus Tuberkulosis sebanyak mungkin, berdampak terhadap percepatan eliminasi kasus TBC.

“Penemuan sebanyak mungkin menjadi tantangan mengingat para penderita TBC relatif tertutup terhadap masyarakat sekitar,” jelasnya

Menurut dia, kondisi tersebut terjadi karena stigma masyarakat umum terhadap penderita TBC masih negatif dan tidak sedikit yang menjauhi atau mengucilkan penderita TBC karena kurangnya edukasi maupun informasi kepada masyarakat.

Oleh karena itu, kata dia, perlu adanya upaya pengurangan stigma maupun diskriminasi terhadap penderita TBC di masyarakat dengan cara melakukan penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu kader, komunitas, dan masyarakat.

“Stigma tentang TBC yang banyak ditemukan adalah pemahaman yang keliru bahwa penyakit TBC adalah penyakit menular dan tidak bisa disembuhkan, sehingga dampaknya banyak dari penderita TBC dikucilkan atau dijauhi oleh masyarakat yang berdampak pada psikis serta mental para penderita TBC,” katanya.

Menurut dia, keadaan psikis dan mental yang baik sangat diperlukan oleh penderita TBC agar imun terjaga dan tetap memiliki motivasi menuntaskan pengobatan yang cukup panjang.

Dalam hal ini, kata dia, pengobatan TBC Sensitif Obat (SO) dilakukan selama 6 bulan dan TBC Resisten Obat (RO) bisa berlangsung selama 2 tahun.

Sementara itu, Staf Program MSI Kabupaten Kudus, Abdul Ghofur meminta agar masyarakat bisa menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap pasien TBC. Pihaknya juga mengingatkan bahwa yang dijauhi adalah penyakitnya, bukan orangnya.

“Kami sebagai komunitas yang membantu DKK, ingin menyampaikan ke masyarakat bahwa TBC itu bisa disembuhkan dan obat TBC itu gratis,” ungkapnya.

Saat ini, lanjut dia, ada lebih dari 30 kader yang bergabung dengan MSI Kudus. Peran kader ini untuk membantu DKK dan tenaga kesehatan dalam ikhtiar eliminasi TBC.

“Kami mengerahkan kader untuk kunjungan ke rumah pasien TBC untuk melakukan skrining dan edukasi mengenai penanggulan TBC itu sendiri. Kami juga mengedukasi agar kontak serumah berkenan diberikan TPT, karena TPT hal yang cukup urgen untuk mengurangi maraknya kasus baru,” tandasnya.

Sementara itu, Koordinator kualifikasi organisasi profesi TB, dr Luluk Adi Pratikto mengatakan pihaknya mempunyai komitmen untuk memberantas atau mengeliminasi TB khususnya dalam menyukseskan eliminasi TB di Indonesia tahun 2030,

“Tugas kami yaitu harus meningkatkan keterlibatan praktisi di dalam kegiatan penanggulangan, khususnya di kabupaten Kudus, Ya kemudian menjamin semua anggota profesi itu melaksanakan tata laksana TBC sesuai standar internasional jadi standarnya bukan Indonesia tetapi kita sudah memakai standar Internasional,” ujarnya.

Kemudian, lanjut dr Luluk, juga memotivasi semua praktisi kesehatan yang terlibat melakukan notifikasi semua pasien yang diobati, dengan bekerja sama Dinas Kesehatan menggunakan sistem yang sudah dibuat oleh Kementerian Kesehatan.

(AS/YM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :