Gaduh DPRD Kudus, Koalisi Amanah Untuk Kepentingan Siapa?

oleh -885 kali dibaca

Kudus, isknews.com – Ahmad Fikri, aktifis LSM dan Pengamat politik dari Lembaga Pemerhati Aspirasi Publik (LePAsP), menanggapi drama dan kegaduhan yang terjadi di gedung parlemen menyampaikan, “Seharusnya secara umum semenjak para anggota Dewan yang terhormat itu dilantik menjadi anggota DPRD,  mereka harus melepaskan kepentingan golongan dan pribadi, walaupun jalannya mereka harus lewat partai, tapi kepentingan rakyat harus tetap diutamakan melebihi kepentingan partai, soal adanya tahapan paruh waktu pada jabatan di Dewan ini atau roling komisi dan alat kelengkapan Dewan, sebenarnya harus tetap kembali pada Tugas Pokok dan fungsi mereka menjadi anggota dewan yang terhormat,” ujarnya.

Fikri yang ditemui di kantornya, “Balai Jagong“, Jum’at (7/4/17), mengatakan, Adanya 28 anggota DPRD Kabupaten Kudus  yang menamakan diri mereka ‘Koalisi Amanah‘, yang membuat mosi tidak percaya terhadap pimpinan DPRD berimbas terhadap vakumnya kegiatan dewan. Surat mosi tidak percaya dilayangkan oleh lebih dari separo anggota dewan tersebut sebagai bentuk protes karena aspirasi mereka dalam rolling atau penggantian pimpinan komisi dan alat kelengkapan dewan (AKD) tidak di respon oleh pimpinan.

Dirinya mengaku prihatin dengan kondisi dewan saat ini, dimana mengalami kevakuman pimpinan komisi dan AKD, sehingga kegiatan-kegiatan dewan praktis terhenti. Sebetulnya pihak dewan masih bisa melaksanakan kegiatan meskipun belum adanya pimpinan komisi dan AKD, misalnya pansus tetapi secara psikologis tidak nyaman karena saling terkait. Jadi hendaknya pimpinan dan sebagian anggota bijaksana serta tidak mempertontonkan masalah internal kepada publik.

Ditambahkannya, muara dari semua ini adalah adanya pihak-pihak atau partai yang merasa tidak memperoleh porsi yang proporsional pada personalia komisi maupun AKD atau posisi yang saling direbutkan, padahal saat ini ada agenda yang mendesak yakni pembahasan pansus terhadap Ranperda hasil klarifikasi Gubernur dan pembahasan tentang LKPJ (laporan keterangan pertanggungjawab) Bupati tentang APBD tahun 2016. Untuk pembahasan LKPJ ini, juga harus dibentuk pansus dan pembahasan LKPJ waktunya dibatasi sampai akhir bulan April.

Sehingga dengan vakum seperti hasil pembahasan LKPJ yang berupa rekomendasi kepada Bupati kalau sampai lewat bulan April akan sia-sia. “Dengan adanya gonjang-ganjing ini, tugas pengawasan dewan terhadap kinerja eksekutif menjadi tidak efektif. Memang betul tiap anggota dewan bisa melaksanakan tugas pengawasan tetapi menjadi tidak efektif,” ujarnya.

Ketika sudah muncul kubu-kubuan, berarti sudah ada kepentingan golongan dan orang-perorang yang merasa belum terakomodir secara proporsional, jadi ketika para anggota DPRD ini menghabiskan waktu, beaya dan tenaga hanya besitegang hanya pada persoalan jabatan, yang ujung-ujungnya hanya soal duwit, maka anggota Dewan ini berarti telah menghianati kepercayaan rakyat sebagai wakil mereka di Parlemen

Ketika kemudian muncul adanya koalisi Amanah, pertanyaannya koalisi tersebut itu untuk kepentingan dan memperjuangkan siapa? Ketika Koalisi Amanah ini benar-benar untuk kepentingan memperjuangkan hak-hak rakyat, maka saya akan acungi jempol, “namun ketika koalisi ini hanya untuk menggolkan kepentingan orang perorang atau golongan maka sesungguhnya mereka menghianati amanah sebagai wakil rakyat,” cetusnya.

Karena ujung-ujungnya ketika koalisi ini tidak segera diakhiri dan tidak ada solusi, maka saya memprediksikan saatnya nanti akan ada Perkada yang ke dua seperti di tahun 2014, “jadi pembahasan APBD tidak Kuorum kemudian APBD tetep jalan, lalu yang rugi siapa? Yang rugi tetep rakyat,” keluh fikri.

Tupoksi kedewanan sejak mereka resmi dilantik menjadi anggota DPRD maka mereka harus meninggalkan kepentingan rakyat, ada dikotomi atau dualisme kepentingan, lalu kembali kepentingan ini untuk siapa?  saya mendukung pokok pokok pikiran para penggagas koalisi amanah bila berani mendelate semua kebijakan pimpinan dewan yang sudah berjalan separoh periode diganti dengan kebijakan yang lebih pro rakyat.

Semua hal yang ada di dewan harus mengacu pada regulasi, bila muncul hal misalnya rapat pimpinan tidak kuorum atau terjadi mosi tidak percaya kepada pimpinan mereka, atau hal yang lain, maka bila di tingkat rapat DPRD buntu kan bias dilakukan melalui rapat konsultasi, misalnya ke Gubernur atau mendagri misalnya.

Bila 28 anggota sudah membubuhkan tanda tangan mosi tidak percaya kepada pimpinan dewan, apakah itu sudah sesuai dengan regulasi atau belum, kalau tidak kan itu hanya merupakan gertak sambal dan semua bisa batal demi hokum, “tapi ketika mosi itu dibenarkan oleh regulasi lalu imbasnya akan berdampak kepada produk-produk kedewanan,” pungkasnya. (YM)

 

KOMENTAR SEDULUR ISK :