Semarang – Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP hingga 2016 nanti masih akan mengejar pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan. Dia menginginkan pembangunan infrastruktur yang dilakukannya berkualitas baik dengan menerapkan tiga aspek, terutama SDM.
“Ada tiga yang saya catat. Pertama teknologi yang diterapkan bukan hanya untuk Pantura tapi seluruh wilayah Jateng. Kaitannya mengenai pilihan-pilihan dari kondisi-kondisi setiap ruas. Dan ternyata beda-beda. Contohnya Grobogan dibeton “yo remuk ik”. Pilihan teknologi ini menjadi penting untuk karakter-karakter tertentu, sehingga dalam clustering bisa dipertanggungjawabkan dengan usia yang cukup panjang,” kata Ganjar saat memberi sambutam dalam seminar nasional Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia di Hotel Patrajasa, Selasa (25/8).
Selanjutnya adalah aspek SDM. Aspek ini menjadi yang terpenting. Sebab terkandung mental dan moral di sana.
“Pekerjaan jalan itu paling banyak dikorup. Mohon maaf. Saya diajari pengusahanya. Nek ngaspal itu dikurangi saja kiri kanan tiga centimenter. Turunin dikit semen dan aspalnya. Nanti kalau rusak diperbaiki. Ini kalau nggak tobat, jalannya rusak terus. Maka kompetensi mesti didorong,” jelasnya.
Buruknya kualitas jalan menjadi pertanyaan besar bagi Ganjar selama ini. Apakah disebabkan ahlinya yang keliru, tidak kompeten, tidak sesuai spek, dikorup atau hanya mampu pada titik itu.
Aspek terakhir yang menjadi catatan dalam pengelolaan jalan adalah stakeholder yang terdiri dari pemerintah yang membangun jalan, kontraktor yang mengerjakan jalan dan organda yang memanfaatkan jalan. Ganjar berpendapat, organda adalah pihak yang bertanggungjawab jika terjadi kerusakan jalan akibat over tonase.
“Organda saat saya ajak bicara jangan over tonase, mereka bilang tidak visible. Jangan bilang nggak visible dong. Organda harusnya mengorganisasikan mereka (sopir). Jangan mau untung saja. Minimal kalau mau over tonase ambillah denga as roda yang banyak,” beber mantan anggota DPR RI itu.
Sementara itu, Ketua Umum HPJI Ir Djoko Muryanto MSc mengatakan infrastruktur jalan sebenarnya bukan satu-satunya penyumbang tingginya biaya logistik di Indonesia yang mencapai 24 persen. Namun, jalan tetap menjadi faktor yang utama. Karena itu, pihaknya mengajak stakeholder untuk terus melakukan kajian dan evaluasi, minimal dari sisi prasarana jalan agar tingginya biaya logistik dapat ditekan.(HJ)