Kudus, ISKNEWS.COM – Perempatan Sucen, sebuah perempatan yang terletak 450 meter di sebelah Utara Masjid Menara Kudus, ternyata menyimpan sebuah cerita. Kisah yang tidak banyak diketahui oleh khalayak umum, bahkan oleh masyarakat sekitar perempatan itu sendiri.
Mencoba menguak tabir, media ini mengorek sejumlah keterangan warga yang sering beraktifitas di sekitar perempatan sucen, mengenai asal-usul nama yang lekat tersebut. Saat ditanya, apa nama perempatan ini? Mereka dengan mudah menjawab perempatan sucen. Namun saat ditanya, mengapa dinamakan perempatan sucen? Jawabannya pun mulai beragam.
“Maaf kurang tahu, karena saya bukan asli orang Kudus ” tutur Tuti (25).
“Asal usulnya saya tidak tahu, namun di pojokan Perempatan Sucen terdapat sebuah bangunan tua yang bertuliskan sucen. Mungkin dari situ diberi nama perempatan sucen,” jelas Aini (19), seorang penjaga counter yang telah bekerja 5 bulan di sekitar Perempatan Sucen.
“Maaf, saya tidak tahu,” kata Nachiha (15), seorang santri Pondok Pesantren Ma’ahid Kudus.
Beragam jawaban dari masyarakat terkait asal usul Perempatan Sucen membuat Isknews.com, mengkonfirmasi kebenaran cerita tersebut ke Kantor Kelurahan Desa Kajeksan.
Abdul Malik (56), seorang Staff Kelurahan Kajeksan, saat ditemui mengisahkan bahwa berdasarkan cerita dari nenek moyangnya, Perempatan Sucen diambil dari kata pasucen. Pasucen yang dalam bahasa Indonesia artinya penyucian atau menjamas.
“Perempatan Sucen diambil dari nama sebuah Masjid yang bernama Masjid Pasucen. Masjid tersebut terletak 100 meter di sebelah Barat perempatan sucen. Masjid tersebut masuk ke wilayah Desa Kejaksan,” ungkapnya.
Dahulu, pada era Nitisumito ada seorang ulama atau kyai yang hidup di sekitar perempatan sucen, ulama tersebut bekerja sebagai orang yang menyucikan atau menjamas benda-benda pusaka.
Ulama tersebut begitu dikenal oleh masyarakat Kudus, hingga banyak orang yang datang ke daerah tersebut untuk menyucikan atau menjamas benda pusakanya.
“Banyaknya orang yang datang ke tempat tersebut untuk menjamas benda pusaka, menjadikan daerah tersebut dikenal sebagai daerah pasucen. Kemudian dijadikan nama sebuah perempatan, yang kini kita kenal dengan mana perempatan sucen,” pungkas Abdul Malik. (NNC/AM)