
KUDUS, isknews.com – Berkunjung ke Dandangan, tak lengkap rasanya kalau belum menikmati lezatnya intip ketan. Karena kuliner ini hanya bisa dijumpai satu tahun sekali, yakni setiap berlangsungnya keramaian Dandangan, tradisi menyambut datangnya awal Ramadhan di Kabupaten Kudus yang berpusat di sekitar Masjid Menara Kudus.
Intip ketan terbuat dari ketan yang diberi parutan kelapa dan garam. Memasaknya di atas wajan, adonan intip ketan ditekan-tekan dengan menggunakan sotil, sampai gosong dan menimbulkan bau yang sedap. Disitulah letak kenikmatan intip ketan. Akan lebih terasa lezat lagi, kalau memasaknya di atas “anglo” (tungku terbuat dari tanah liat) dan menggunakan arang sebagai bahan bakarnya.

Pada beberapa tahun lalu, pada setiap berlangsung keramaian tradisi Dandangan, di sekitar Masjid Menara Kudus, banyak dijumpai penjual intip ketan yang memasak dengan menggunakan anglo. Pembeli harus rela antri berjam-jam, karena penjual yang hampir semuanya perempuan, memasak sambil sesekali mengipasi arang yang membara, agar panas dan menyala.
Untuk alat penerangan pun tidak menggunakan listrik, melainkan lampu minyak atau “sentir” yang nyalanya remang-remang. Penjualnya melayani pembeli dengan duduk di atas dingklik berukuran pendek.
Kini zaman sudah berubah. Pada keramaian tradisi Dandangan sekarang ini, memang masih bisa dijumpai penjual intip ketan, hanya saja memasaknya di atas kompor dengan bahan bakar gas elpiji, untuk peneranganya pun menggunakan listrik.
Meskipun demikian tidak membawa pengaruh terhadap kelezatan kuliner yang satu ini. Rasanya tetap gurih dan antrian pembeli masih terjadi. Hal itu seperti saat isknews.com jalan-jalan di area Dandangan, menjumpai penjual intip ketan di sebelah barat perempatan Simpang Tujuh, menghadap ke utara. Penjualnya seorang perempuan tua yang dibantu temannya yang lebih muda, sibuk melayani pembeli yang berkerumun.

Isknews.com pun menyempatkan membeli dan omong-omong dengan dengan penjualnya. Menurut “Simbok” itu, saat ditanya sudah berapa tahun berjualan intip ketan, tidak bisa mengingatnya, yang jelas sudah bertahun-tahun dan setiap berlangsung Dandangan, dia tidak pernah melewatkannya berjualan makanan khas itu. Peralatan masak seperti wajan pun, adalah yang dipakai selama itu dan belum pernah berniat untuk mengganti. “Kalau diganti dengan wajan yang baru, akan berpengaruh pada rasanya,” kata penjual yang keberatan disebutkan namanya itu.
Dalam sekali berjualan, dia mengaku bisa menghabiskan sedikitnya 2 – 3 kilogram beras ketan. Dengan hanya merogoh kocek Rp 2500, pengunjung Dandangan bisa menikmati kelezatan intip ketan yang hanya bisa didapati satu tahun sekali itu, yakni setiap awal Ramadhan. (DM)