KUDUS, isknews.com – Terkait adanya rencana penutupan akses jalan menuju perumahan di Desa Jepang Pakis, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus dengan alasan jalan tersebut menggunakan tanah kas desa, pihak pengembang, PT PAL, kalau penutupan itu jadi dilaksanakan, akan menempuh jalur hukum. Pimpinan PT PAL, H Teguh Santosa, mengatakan hal itu, saat dihubungi isknews.com, di kediamannya, Desa Gulang, Kecamatan Jati, Selasa (07/6).
Menurut dia, jalur hukum yang akan dilakukanya adalah melaporkan hal itu ke Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah (Jateng). “Namun sebelum melapor, saya akan melihat perkembangan situasi dulu, apakah jalan tersebut jadi ditutup, atau tidak.”
Dia selanjutnya mengungkan sejumlah alasan dan dasar hukum yang akan dijadikan bahan laporan itu, yakni hasil akhir Musdes Jepang Pakis, pada pekan lalu (03/6), dari 61 warga, hanya 11 orang yang menyutujui jalan itu ditutup, sedangkan 50 orang, menghendaki jalan tersebut dibuka. Dengan adanya suara mayoritas itu, keputusan musdes jalan menuju perumahan di Wilayah RT-05/RW-03 itu tetap dibuka dan difungsikan.
Selain itu, jalan tersebut memang merupakan jalan buntu, namun merupakan akses yang vital, sebab tidak hanya bagi warga perumahan dengan jumlah rumah 20 unit yang dihuni 60 orang, tetapi terdapat 60 bidang sawah bersertifikan hak milik (SHM) dan 10 bidang tanah kering, semuanya atas nama warga Desa Jepang Pakis.
Dengan adanya kondisi seperti itu, mau tidak mau harus ada akses jalan, karena menyangkut atau kepentingan orang banyak. ‘Dalam Undang-Undang Pertanahan/Agraria, pasal 06, disebutkan semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, yang dikaitkan dengan UUP/Agraria yang menyangkut kepentingan umum, meliputi jalan, sekolah, peribadatan, rumah sakit, pemukiman dan lain-lain.”
Jalan menuju kapling miliknya itu, telah digunakan oleh warga selama sekitar 24 tahun, yakni sejak 1992.
Sesuai gambar situasi Nomor 1359 Tahun 1993 atas nama Prasetio HM 1247 asal C 414 Persil 49 III sebidang tanah pekarangan untuk kaplingan sebelahnya, telah menunjukkan adanya jalan. “Kalau BPN menunjuk lokasi tersebut berketepan jalan, maka jalan tersebut adalah jalan resmi yang bisa dipakai oleh siapa saja.’ Mengenai penutupan jalan tersebut, Teguh menuturkan, sudah dilakukan dua kali. Pertama pada 9 Mei 2015, akses menuju kapling miliknya ditutup oleh Kepala Desa Jepang Pakis dengan cara memasang spanduk bertuliskan “jalan menuju kapling ini statusnya milil desa/bengkok desa (belum resmi jalan)”.
Atas tindakan itu, pihaknya mengadukan ke Camat Jati yang merekomendasikan jalan itu dibuka. Namun hanya berselang sekitar 1 bulan, Kades mengeluarkan larangan kepada pihaknya sebagai pemilik PT PAL menggunakan jalan tersebut untuk usaha kapling miliknya.
Pelarangan itu disusul dengan pemasangan palang besi, pada ujung bangunan perumahan milik warga. Namun sekitar tiga pekan lalu, palang besi itu dipotong oleh warga, dengan disaksikan sejumlah pejabat dan aparat Polda Jateng.
Berawal dari itulah, Desa Jepang Pakis mengadakan musdes, membahas jalan kas desa.
“Karena ketika jalan itu dibuka disaksikan oleh perugas Polda, maka jika jalan itu ditutup, laporannya ke Polda Jateng,” tegas Teguh.
Terkait kontribusi untuk lingkungan sekitar lokasi kaplingnya, dia menunjuk jalan yang disengkatakan itu, direhab dengan pelebaran yang semula 3 meter, menjadi 6 meter dan dicor. “Beaya yang saya keluarkan untuk rehab jalan itu, sekitar Rp 80 juta, dari ujung utara sampai ujung selatan.”
Selain itu, dia juga mendirikan TPQ yang mulai dari tanah, bangunan terdiri enam kelas, hingga honor guru, semuanya dibeayai dari uangnya pribadi. “Kontribusi honor untuk guru TPQ itu setiap bulannya Rp 3 juta, sampai sekarang sudah berlangsung 6 tahun.” (DM)