Kudus, isknews.com – Berdasar penyisiran Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kudus dan sejumlah pegiat penaggulangan penyakit tuberculosis (TBC) dari lintas sektoral. Selama Januari hingga Agustus 2023 berhasil menemukan 1.637 kasus suspek penderita penyakit tuberculosis (TBC), sedangkan tingkat keberhasilan pengobatannya mencapai 66 persen.
“Temuan kasus TBC tersebut, terbanyak merupakan dari usia produktif dengan persentase mencapai 50-an persen lebih, ” kata Kepala Dinkes Kabupaten Kudus Andini Aridewi saat ditemui di acara pertemuan tindak lanjut komunitas dan pemangku kepentingan jejaring District Public Private Mix (DPPM) untuk optimalisasi pemenuhan standar pelayanan minimal terkait layanan TBC di Kudus, Senin, (11/09/2023).
Untuk itulah, kata dia, pihaknya berupaya melakukan pengendalian kasus TBC, karena ada peningkatan target penemuan kasus dari sebelumnya 10.000 kasus menjadi 12.000 kasus.
Selain itu DKK Kudus juga mencatat bahwa, 86 pasien yang mengidap penyakit Tuberculosis (TBC) meninggal dunia. Data tersebut tercatat dari awal Januari hingga September 2023.
“Jumlah tersebut mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, yakni sebanyak 58 kasus pasien TBC meninggal dunia di tahun 2022. Sedangkan di tahun 2021, tercatat ada sebanyak 47 kasus meninggal dunia,” ujar Andini.
Dia menyebut, kelompok rentan yang tertular atau terkena penyakit TBC yakni kelompok usia produktif, mulai usia sekitar 15-55 tahun. Terutama yang memiliki riwayat kontak dengan pasien TBC.
“Untuk temuan kasus di Kabupaten Kudus paling banyak itu di usia produktif, lebih dari 50 persen. Ini yang perlu kita wasapadai,” katanya, Selasa, 11 September 2023.
Menurut dia penuntasan kasus TBC memang perlu upaya bersama, sehingga target eliminasi kasus TBC tahun 20230 bisa diwujudkan.
“Baik itu, dari penemuan kasus maupun pengawalan untuk pengobatan. Termasuk mencegah penularannya, seperti melakukan investigasi kontak serta terapi pencegahannya di masyarakat,” katanya.
Dalam rangka pencegahan, maka setiap ada kasus TBC dalam radius tertentu dari rumah penderita harus disisir karena bakteri TB menular melalui udara saat berbicara, bersin maupun batuk.
Sehingga harus dipastikan ada tidaknya penularan terhadap penduduk sekitar untuk diobati hingga sembuh.
Sementara optimalisasi penyisiran suspek penderita TBC, maka Dinkes Kudus juga menggandeng dokter praktik mandiri (DPM), dokter praktik swasta (DPS) serta klinik.
Sedangkan jumlah klinik maupun DPM yang menjalin kerja sama hingga kini sudah mencapai 98 klinik maupun DPM dari jumlah yang ada mencapai 127 klinik/DPM.
Staf Program TBC Mentari Sehat Indonesia (MSI) Abdul Ghofur menambahkan pihaknya juga ikut terlibat dalam penanganan kasus TBC dengan menggandeng Dinkes Kudus serta lintas sektoral.
“Kami juga memiliki 33 kader aktif. Setiap bulan sudah melakukan investigasi kunjungan ke rumah pasien untuk cek kesehatan guna memastikan penderita TBC tersebut ada risiko atau tidak,” katanya.
Selain itu, kata dia, pihaknya juga memiliki suporter yang membantu pendampingan pengobatan pasien agar tidak bosan.
“Hal terpenting, ada dukungan lingkungan dan keluarga serta tidak ada diskriminasi terhadap penderita TBC,” demikian Abdul Ghofur. (YM/YM)