Kudus, isknews.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus saat ini sedang mendalami kasus dugaan penyimpangan dalam proyek pengurukan tanah untuk pembangunan Sentra Industri Hasil Tembakau (SIHT) di Kecamatan Jekulo. Proyek yang dikerjakan pada tahun 2023 ini, dengan nilai total sebesar Rp 9,16 miliar, didanai oleh Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).
Kasi Intelijen Kejari Kudus, Wisnu Ngudi Wibowo, mengungkapkan bahwa hingga kini pihaknya telah memeriksa 25 saksi yang terdiri dari karyawan Dinas Tenaga Kerja, Perindustrian, Koperasi, dan Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah (UKM) Kabupaten Kudus serta pihak ketiga terkait dengan pekerjaan pengurukan tanah SIHT.
“Masih melengkapi alat bukti, kurang lebih sudah 15 saksi yang diperiksa, terdiri dari pihak dinas dan pihak ketiga. Pihak ketiga yang diperiksa sekitar 8 orang. Sisanya dari pegawai dinas terkait,” terangnya, Rabu (04/09/2024).
Wisnu juga menjelaskan, pihaknya masih akan memanggil sejumlah saksi baru lagi untuk melengkapi berkas penyelidikannya.
“Ada PBJ (Pengadaan Barang dan Jasa) juga. Kepala Disnakerperinkop-UKM Kudus, Rini Kartika Hadi Ahmawati, yang sebelumnya telah diperiksa, kemungkinan akan diperiksa lagi.” tambahnya.
Diuraikannya, bahwa pada tahun 2023, Dinas Tenaga Kerja, Perindustrian, Koperasi, dan UKM Kudus melaksanakan kegiatan pembangunan SIHT yang salah satunya adalah pengurukan tanah. Total volume tanah uruk untuk proyek tersebut adalah 43.223 meter kubik.
“Pada proyek tersebut ditemukan fakta bahwa bahan material atau tanah uruk yang digunakan tidak berasal dari kuari sesuai dengan surat dukungan,” ungkap Wisnu.
Selain pemeriksaan, Kejari Kudus juga telah melakukan penggeledahan di dua lokasi, yaitu di ruang kantor pihak ketiga dan di kantor Dinas Tenaga Kerja, Perindustrian, Koperasi, dan UKM Kudus. Penggeledahan ini bertujuan untuk mencari bukti lebih lanjut terkait kasus tersebut.
Wisnu juga menjelaskan bahwa total nilai pembangunan proyek SIHT adalah Rp 11,3 miliar, yang terdiri dari 10 paket kegiatan. Dari nilai tersebut, pekerjaan pengurukan tanah sebesar Rp 9,16 miliar dilaksanakan dengan metode E-Katalog.
“Pekerjaan ini dimenangkan oleh kontraktor dengan nilai kontrak Rp 9,163 miliar, dengan harga satuan Rp 212.000 per meter kubik. Namun, kontrak tersebut di-subkonkan kepada saudara SK sebesar Rp 4,041 miliar dengan harga satuan Rp 93.500 per meter kubik tanpa sepengetahuan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).” jelasnya.
Dirincinya, setelah pekerjaan tersebut ia subkontrakkan kepada penyedia jasa lain, oleh subkon tersebuit pekerjaan itu masih disubkon lagi ke penyedia jasa lain.
“Saudara SK meng-subkonkan pekerjaan kepada AK sebesar Rp 3,112 miliar dengan harga satuan Rp 72.000 per meter kubik, juga tanpa sepengetahuan PPK,” lanjut Wisnu.
Dari temuan tim penyidik, bahan material yang digunakan dalam pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan kuari yang tercantum dalam surat dukungan, menambah indikasi adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana.
Kejaksaan Negeri Kudus berkomitmen untuk mengawal proses penyidikan ini hingga tuntas, dengan harapan dapat menemukan dan menindaklanjuti setiap penyimpangan yang terjadi dalam proyek ini. (YM/YM)