Kisah Panjang Asal Usul Desa Karangrowo

oleh -5,631 kali dibaca
Foto: Balai Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Rabu (28-03-2018). (Nila Niswatul Chusna/ISKNWES.COM)

Kudus, ISKNEWS.COM – Terbentuknya Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, tidak dapat dilepaskan dari kisah pergolakan antara Kerajaan Pajang dan Mataram Islam. Desa tersebut yang dahulunya merupakan kawasan Selat Muria merupakan daerah strategis bagi jalur transportasi laut, masa itu.

Pembuka ingatan. Sepeninggalnya Sultan Trenggana, Kerajaan Pajang dipimpin oleh Sunan Prawoto. Pada saat itu terjadi sebuah pembunuhan Raja Pajang yang dilakukan oleh Arya Penangsang, karena ia merasa lebih pantas untuk menggantikan Sultan Trenggana dibandingkan Sunan Prawoto.

Setelah berhasil membunuh Sunan Prawoto, Arya Penangsang tidak serta merta diangkat menjadi Raja Kerajaan Pajang. Tahta Kerajaan waktu, justru jatuh ditangan Sultan Hadiwijaya atau Joko Tingkir, yang merupakan menantu dari Sultan Trenggana. Penobatan Sultan Hadiwijaya sebagai Raja, karena istrinya, Ratu Kalinyamat merupakan anak pertama dari Sultan Trenggana.

Foto: Balai Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Rabu (28-03-2018). (Nila Niswatul Chusna/ISKNWES.COM)

Melihat Hadiwijaya diangkat menjadi Raja Kerajaan Pajang. Arya Penagsang kemudian menuntut haknya sebagai Raja Kerajaan Pajang, dengan menyusun strategi untuk membunuh Hadiwijaya dan melakukan sejumlah perlawanan kepada Kerajaan Pajang. Kemudian Sultan Hadiwijaya melakukan sebuah sayembara untuk membunuh Arya Penangsang. Dalam sayembara tersebut, ia akan menghadiahkan tanah mentarok.

“Sayembara tersebut akhirnya dimenangkan oleh Ki Ageng Pamanahan. Setelah berhasil mengalahkan Arya Penangsang dan memindahkan pusat Kerajaannya dari Demak ke Pajang. Sultan Hadiwijoyo memenuhi janjinya dengan memberikan tanah mentarok kepada Ki Ageng Pamanahan,” ungkap Plt Sekertaris Desa Karangrowo, Nur Hadi, Rabu (28-03-2018).

Karena tanah tersebut masih berupa hutan belantara, Ki Ageng pamanahan harus bekerja ekstra melakukan babat alas di daerah tersebut. Bersama Sang Putra, Danang Sutowijoyo, mereka lakukan babat alas dan membangun pemukiman, hingga terbentuklah sebuah daerah yang bernama Mataram. Oleh Sultan Hadiwijaya, Ki Ageng Pamanahan diangkat sebagai Adipati Mataram, yang merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Pajang. Setelah Ki Ageng Pamanahan wafat, tapuk pemerintahan Mataram dilimpahkan kepada Danang Sutowijoyo selaku anaknya.

“Di tangan Danang Sutowijoyo, mataram berkembang pesat dan berhasil menguasai daerah di sekitarnya. Kemajuan mataram ini, sebagian petinggi Kerajaan Pajang menganggap Danang Sutowijoyo mangkir dari Kerajaan Pajang dan dicurigai membangun sebuah kerajaan baru. Untuk mengetahui hal tersebut, Sultan Hadiwijaya menyuruh Ki Ageng Gedhe Wotan ke Kudus dan Ki Ageng Semampir ke Pati untuk menyelidiki mataram,” katanya.

Foto: Gapura Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Rabu (28-03-2018). (Nila Niswatul Chusna/ISKNWES.COM)

Perjalanan untuk mengintai mataram dimulai, dengan membawa keluarganya mereka menjalankan misi tersebut. “Dari sini perjalanan Mbah Buyut Sipah atau Raden Syifauddin atau Ki Ageng Gedhe Wotan dan keluarganya dimulai. Menuju Kudus, ia dan keluarganya menaiki sebuah getek menyusuri Selat Muria. Namun nasib nahas menimpa mereka, tepatnya di daerah Prawoto, mereka terpisah,” ungkap Nur Hadi.

Ki Ageng Gedhe Wotan dan anaknya harus terpisah dengan Sang Istri. Meskipun demikian, mereka tetap melanjutkan perjalanan tersebut. Ditengat perjalanan, anak Ki Ageng Gedhe Wotan digoda oleh demit, karena ketakutan anak tersebut menangis keras. Ki Ageng Gedhe Wotan lalu menenangkannya dengan membacakan doa-doa. Setelah anaknya berhenti menangis, dirinya bersabda jika nantinya daerah tersebut diberi nama Banglong Gadangan.

Ki Ageng Gedhe Wotan dan anaknya lantas meneruskan perjalanan ke Selatan. Lama dan jauhnya perjalanan membuat anaknya lapar. Di tepikan geteknya dan dibuatkannya sebuah makanan untuk Sang Anak. Karena makanan tersebut dimasak menggunakan kereweng (peralatan masak dari tanah liat -red), maka daerah tersebut diberi nama Banglong Kreweng.

Dilanjutnya perjalanan tersebut hingga sampai pada sebuah daerah yang sempit hingga menyebabkan geteknya tidak dapat melaju, lantaran tercepit oleh rapatnya pepohonan. Daerah tersebut kemudian diberi nama Banglong Cepit. Lalu ia dan anaknya memutuskan untuk berjalan menyusuri sebuah rawa dan menghantarkan mereka pada sebuah daerah yang bernama Wonosari (nama sebelum karangrowo -red).

Di sana, ia melihat banyak sekali burung betet yang bertengger di pepohonan, sehingga daerah tersebut diberi nama Betetan. Akhirnya di sana ia dan anaknya memutuskan untuk bermukim. Suatu ketika, di daerah Betetan terjadi sebuah pagebluk (wabah penyakit yang menyebabkan banyak orang meninggal dalam waktu singkat -red).

Akan tetapi dengan kehendak Tuhan, Ki Ageng Gedhe Wotan dan anaknya berhasil selamat. Setelah itu, mereka memutuskan untuk berpindah ke sebelah utara dekat dengan sungai. Dari sana lah berkembang keturunan Ki Ageng Gedhe Wotan hingga menjelma sebagai sebuah Desa yang diberi nama Karangrowo.

“Nama Karangrowo diambil dari kata Karang yang berarti tempat dan Rowo yang berarti rawa. Nama ini dipilih lantaran pada zaman itu daerah ini berupa rawa yang membentang luas.” pungkasnya. (NNC/RM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :

No More Posts Available.

No more pages to load.