Kolaborasi Lintas Layanan di Kudus Perkuat Sistem Penanganan Gizi Buruk Terintegrasi

oleh -1,159 kali dibaca
Suasana rapat Dinas Kesehatan (Dinkes) Kudus menginisiasi penguatan kolaborasi antar tenaga kesehatan dari berbagai lini pelayanan melalui kegiatan Orientasi Tata Laksana Gizi Buruk Terintegrasi yang digelar di Gedung PPNI Kudus, Rabu (21/5).(Foto: YM)

Kudus, isknews.com – Upaya penanganan gizi buruk di Kabupaten Kudus kini memasuki babak baru.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kudus menginisiasi penguatan kolaborasi antar tenaga kesehatan dari berbagai lini pelayanan melalui kegiatan Orientasi Tata Laksana Gizi Buruk Terintegrasi yang digelar di Gedung PPNI Kudus, Rabu (21/5).

Kegiatan yang telah berlangsung sejak Selasa (20/5) ini diikuti oleh perwakilan tenaga kesehatan dari 19 puskesmas dan seluruh rumah sakit se-Kabupaten Kudus.

Masing-masing puskesmas mengirimkan tiga orang perwakilan, terdiri dari tenaga gizi, bidan, dan dokter.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Kudus, Nuryanto, menyatakan bahwa orientasi ini merupakan langkah strategis untuk menyatukan pemahaman dan prosedur dalam menangani kasus gizi buruk sebagai bagian dari upaya pencegahan stunting secara menyeluruh.

“Tujuannya adalah membangun sistem pelayanan yang terintegrasi, dari Posyandu hingga rumah sakit. Jika diperlukan, penanganan juga akan melibatkan dokter spesialis,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa pendekatan lintas layanan ini penting agar tidak ada lagi kesenjangan informasi atau penanganan yang berbeda antar fasilitas kesehatan. Dengan sistem yang selaras, respon terhadap kasus gizi buruk bisa dilakukan lebih cepat dan efektif.

Dalam orientasi tersebut, dr. Nasichatun Nisa dari RSU RA Kartini Jepara dihadirkan sebagai narasumber. Ia memaparkan pentingnya edukasi berkelanjutan mengenai gizi kepada orang tua dan kader Posyandu.

Menurutnya, edukasi merupakan pintu awal untuk mencegah kasus-kasus gizi buruk sejak dini.

“SOP akan diterapkan sebagai pedoman baku dalam tata laksana gizi buruk. Edukasi yang diberikan akan mencakup deteksi dini melalui penimbangan rutin, mengenali ciri-ciri gizi buruk, hingga pembuatan makanan bergizi yang sesuai usia anak,” jelas dr. Nisa.

Ia juga menyoroti peran vital kader Posyandu dalam membuat dan mendistribusikan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) lokal bagi anak-anak yang terindikasi mengalami gizi buruk.

PMT lokal dinilai lebih mudah diakses dan sesuai dengan karakteristik pangan daerah.

Dengan semakin dikuatkannya sinergi antara tenaga gizi, bidan, dan dokter dari seluruh fasilitas kesehatan, diharapkan penanganan kasus gizi buruk di Kudus dapat dilakukan lebih dini, tepat, dan berkelanjutan. Sistem ini juga menjadi fondasi kuat dalam upaya daerah menekan angka stunting.

“Semua lini harus punya pemahaman dan langkah yang sama. Ini bukan tugas satu dua orang, tapi kerja bersama,” tegas Nuryanto. (YM/YM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :