Kudus, isknews.com – Sebagai salah satu variabel dalam formula penghitungan upah minimum bagi buruh di Kabupaten Kudus, rendahnya pertumbuhan ekonomi (PE) di Kabupaten Kudus berdampak pada rendahnya usulan kenaikan upah buruh di kota kretek tahun 2024.
Formulasi Perhitungan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kudus 2024 tersebut dilakukan dengan menerapkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 (PP 51/2023) tentang Pengupahan sebagai pengganti PP 36/2021 dalam perumusan UMK yang memperoleh hasil senilai Rp 2.516.887,71.
Dalam regulasi ini, pengaturan soal kenaikan upah minimum dihitung dengan menggunakan tiga komponen, yakni inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
Sehingga dengan perhitungan tersebut UMK di Kabupaten Kudus mengalami kenaikan sebesar Rp 77.073,72 atau 3,16 persen dibandingkan dengan UMK Kabupaten Kudus 2023 sebesar Rp 2.439.813,99.
Kenaikan UMK Kudus sebesar 3,16 persen atau Rp 77.073,72 dihitung berdasarkan PP RI Nomor 51 Tahun 2023 untuk pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Dengan rumus, inflasi Jawa Tengah sebesar 2,49 persen ditambah hasil dari angka pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kudus 2,23 persen dikali Alfa.
Hal itu disampaikan oleh ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kabupaten Kudus Andreas Hua bersama sejumlah fungsionaris SPSI Kudus usai rapat internal organisasi SPSI terkait hasil perumusan UMK Kabupaten Kudus.
“Kami KSPSI mengusulkan kenaikan UMK Kudus 7,80 persen atau Rp 190.305,49 menjadi Rp 2.630.119,48 kepada bupati. Dengan harapan bupati Kudus menerbitkan surat edaran (SE) yang diteruskan kepada gubernur Jawa Tengah,” kata Andrea didampingi sekretarisnya Moh Makmun, Sabtu (18/11/2023).
Andreas Hua mengatakan, kenaikan UMK 2024 sebesar Rp 190.305,49 menjadi Rp 2.630.119,48 dinilai lebih realistis. Sehingga diusulkan dalam SE Bupati dengan perhitungan dasar pelaksanaan rumus struktur skala upah untuk pekerja dengan masa kerja 1 tahun atau lebih.
“Angka usulan kenaikan UMK Kudus 2024 sebesar 7,80 persen didapatkan dari perhitungan inflasi Jawa Tengah 2,49 persen ditambah pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah 5,31 persen,” rincinya.
Sehingga kata dia, didapatkan angka usulan kenaikan UMK 7,80 persen atau sebesar Rp 190.305,49 dari UMK 2023 Rp 2.439.813,99 menjadi Rp 2.630.119,48 pada 2024.
“Kenaikan UMK 2024 tergantung dari angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing wilayah. Kewenangannya diberikan kepada dewan pengupahan di tingkat kabupaten yang berdasarkan data milik Badan Pusat Statistik (BPS).
Andreas menyebut, kelemahan dari perhitungan UMK 2024 berdasarkan PP Nomor 51 Tahun 2023 masih menggunakan pertumbuhan ekonomi (PE) daerah.
Sedangkan PE Kabupaten Kudus berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) masih rendah bahkan terendah di Jawa Tengah yakni 2,23 persen.
“Persoalan di sini pertumbuhan ekonomi Kudus sangat kecil. Salah satu faktornya kenaikan rokok sedikit, padahal penyerapan tenaga kerja di Kudus tinggi. Bila di bandingkan daerah sekitar seperti Kabupaten Demak, Pati, Jepara lebih dari 5 persen. Pertumbuhan Ekonomi di Kudus paling rendah,” kata dia.
Karena itu, lanjut dia, perhitungan kenaikan UMK Kudus 2024 masih jauh dari harapan. Sehingga nasib 90 ribuan pekerja di Kabupaten Kudus ke depan perlu diperjuangkan.
Pihaknya berkoordinasi dengan dewan pengupahan mengusulkan angka kenaikan upah 2024 kepada pemerintah daerah (bupati), supaya diterbitkan SE untuk diteruskan kepada gubernur Jawa Tengah sebelum dilakukan penetapan.
“Kita usulkan juga agar bupati menerbitkan SE pelaksanaan struktur skala upah bagi pekerja dengan masa kerja satu tahun atau lebih. Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) sudah setuju namun angkanya dikembalikan pada masing-masing perusahaan. Kalau usulan kami langsung menyebutkan angka,” jelasnya.
Rekomendasi usulan KSPSI tentang kenaikan UMK Kudus 2024 sudah disampaikan ke bupati. Selanjutnya tinggal menunggu keputusan penetapan upah minimum oleh Pj Gubernur Jawa Tengah yang rencananya dilakukan pada 20 November.
“Kami DPC KSPSI Kudus berencana melakukan audiensi dengan BPS pekan depan untuk mempertanyakan formulasi cara penghitungan pertumbuhan ekonomi daerah. Bagaimana muncul angka rendah tersebut,” katanya. (YM/YM)