Makanan-Makanan Lama yang Mulai Langka

oleh -1,561 kali dibaca

Indonesia, kaya sekali dengan ragam budaya yang menakjubkan. Kota Kudus merupakan salah satu kota di Indonesia yang juga memiliki aneka ragam budaya. Bangunan, pakaian, kuliner dan masih banyak lagi dapat dijumpai di kota kretek ini. Untuk kuliner sendiri, ada berbagai makanan khas dari mulai makanan berat, makanan ringan yang kering, hingga basah. Makanannya ada soto kerbau, nasi pindang, lentog tanjung, bakso kudus yang tidak menggunakan glondong, tetapi menggunakan irisan daging, dan lain lain. Ada juga opor panggang yang saat ini semakin sulit ditemui karena teknik memasaknya yang membutuhkan kesabaran, namun rasanya menuai kelezatan.

Pernah dengar bumbu jangkrik? Itu tidak melibatkan jangkrik, tetapi merupakan bumbu gulai yang dipadatkan. Kuah uyah asem, sayur besi, semur kuthuk, adalah makanan-makanan yang memang sudah sulit ditemui saat ini. Biasanya, zaman dulu makanan-makanan tersebut digunakan untuk selamatan. Dapat ditemukan di Kudus kulon, sebagai pusat kota lama kabupaten Kudus.

Pada makanan ringan, ada keciput, marneng candi yang berbeda dengan daerah lain karena memiliki cita rasa yang asin pedas. Ada pula jenang, madumongso, dan gula tumbu. Makanan ringan basah, ada godoh yang berasal dari tepung ketan dengan isi pisang raja yang besar. Ada juga timus, yang berasal dari ketan yang diadoni dengan santan, lalu dibungkus daun pisang. Cubika, makanan yang mirip wafel dengan berbagai bentuk. Kue kura juga ada, yang terbuat dari ketan dengan isi kacang hijau.

Tak kenal, maka tak sayang. Kata tersebut tepat diarahkan kepada seluruh masyarakat Kudus yang belum mengenal kebudayaan daerahnya, atau bahkan hampir melupakannya. Banyak dari generasi muda yang tak tahu tentang makanan-makanan ini. Rencananya, dari pihak berwenang akan mengadakan festival kuliner, terutama untuk makanan-makanan ringan basah yang sudah jarang ditemui. Sosialisasi secara intens pun akan diusahakan agar masyarakat mengenal kebudayaannya, sehingga dapat menyayanginya (melestarikannya) hingga nanti.

Reportase bersama Supratiwi, Kabid Kebudayaan kabupaten Kudus

 

mei

KOMENTAR SEDULUR ISK :