Mengulik Asal Usul Desa Kaliputu

oleh -4,815 kali dibaca
Foto: Kantor Balai Desa Kaliputu, Kecamatan/Kabupaten Kudus, Rabu (21-02-2018). (Nila Niswatul Chusna/ISKNEWS.COM)

Kudus, ISKNEWS.COM – Berbicara mengenai asal usul suatu daerah tidak dapat diakses dari peran dan kisah hidup jumlah tokoh masyarakat. Kisah tersebut kemudian mengilhami tercetusnya sebuah nama yang disewa daerah tersebut.

Seperti nama desa satu ini, Desa Kaliputu , Kecamatan / Kabupaten Kudus. Desa yang berbatasan dengan Desa Barongan di sebelah Selatan, Desa Rendeng di sebelah Timur, Desa Singocandi di sebelah Barat dan Desa Panjang di sebelah Utara.

Mengenai asal usul Desa Kaliputu ada beberapa versi yang dipercaya oleh masyarakat. Dituturkan salah seorang warga Desa Kaliputu, Temu Sunarto (57), Rabu (21-02-208). Pada kesempatan itu ia menuturkan ada dua versi mengenai asal usul desa ini.

Foto: Sungai yang menjadi cikal bakal Desa Kaliputu, Kecamatan / Kabupaten Kudus, Rabu (21-02-2018). (Nila Niswatul Chusna / ISKNEWS.COM)

Pada zaman dahulu, hidup seorang tokoh masyarakat yang disebut Mbah Depok Soponyono. Dikisahkan itu adalah seorang yang hobi bermain burung dara.

Suatu saat, Mbah Depok Soponyono bermain burung dara bersama cucunya di bantaran sungai. Karena asik bermain burung dara, Mbah Depok Soponyono lupa akan cucunya yang ada di belakangnya.

“Asiknya bermain dara, Mbah Depok Soponyono tidak senganja ngunduri (berjalan mundur ke atas sesuatu -red) cucunya sampai tercebur sungai. Dari kejadian itu, daerah tersebut dinamakan Lali Putu yang berarti lupa cucu. Seiringnya waktu daerah yang dikenal dengan Desa Kaliputu,” jelas Sunarto.

Ada juga yang menyebutkan bahwa asal usul Desa Kaliputu dikaitkan dengan Sunan Kudus dan Syekh Jangkung.

“Versi kedua menceritakan, bahwa yang gemar bermain burung dara adalah cucu Mbah Depok Soponyono. Saat tengah asik bermain burung dara di tepi sungai, terjadi sebuah kejadian tidak terduga. Cucu Mbah Depok Soponyono terpeleset dan tercebur ke sungai,” ungkap Ayah dengan satu anak tersebut.

Dilanjutnya, “Melihat cucunya tercebur ke dalam sungai, Mbah Depok Soponyono dan sejumlah warga setempat membantu menyelamatkannya. Pada waktu yang bersamaan, Sunan Kudus dan Syekh Jangkung kebetulan lewat di sana.”

Melihat kondisi cucu Mbah Depok Soponyono yang berbaring tak berdaya, Sunan Kudus mengatakan kalau ia sudah meninggal dunia. Akan tetapi Syekh Jangkung memiliki pandangan lain, ia mengatakan bahwa cucu Mbah Depok Soponyono mati suri.

Untuk membangunkannya, Syekh Jangkung meminta kepada masyarakat sekitar untuk membuatkan Bubur Gamping, yakni makanan yang terbuat dari tepung beras yang dicampur dengan gula dan santan kelapa.

Setelah jadi, bubur tersebut disuapkan Syekh Jangkung kepada cucu Mbah Depok Soponyono. Tak disangka setelah memakan bubur gamping, cucu Mbah Depok Soponyono dapat hidup kembali.

“Dari kejadian itu, masyarakat memberi julukan daerah tersebut dengan nama Kaliputu Yang diambil dari kata Kali atau sungai, dan Putu yang berarti cucu Dan kini daerah inilah yang dikenal dengan Desa Kaliputu,” kata Sunarto.

Sementara itu Bubur Gamping yang digunakan Syekh Jangkung untuk menyembuhkan cucu Mbah Depok Soponyono, konon dikembangkan masyarakat menjadi sebuah makanan khas Kota Kretek yang dikenal dengan sebutan Jenang yang menjadi makanan khas Kudus. (NNC / AM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :