Kudus, isknews.com – Fenomena menjamurnya usaha street coffee di Kabupaten Kudus mencerminkan geliat ekonomi kreatif anak muda.
Namun di balik geliat tersebut, muncul desakan regulasi yang tegas namun berpihak, agar aktivitas usaha tak berbenturan dengan kepentingan umum.
Keberadaan kedai kopi jalanan yang memanfaatkan trotoar di sejumlah ruas protokol, khususnya di Jalan Jenderal Sudirman, kini menjadi sorotan.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kabupaten Kudus, melalui Sekretarisnya Umi Bariroh, menilai keberadaan mereka mulai mengganggu kenyamanan pejalan kaki dan kelancaran lalu lintas.
“Penertiban perlu dilakukan. Tapi bukan berarti mematikan UMKM. Justru harus diatur agar rapi dan tidak mengganggu,” kata Umi saat menyampaikan pandangan fraksinya dalam rapat paripurna DPRD Kudus, Selasa (15/7/2025).
Sorotan ini langsung ditanggapi Bupati Kudus, Sam’ani Intakoris, dalam forum paripurna lanjutan sehari setelahnya, Rabu (16/7/2025).
Ia menegaskan perlunya pendekatan persuasif dalam menata ulang aktivitas street coffee, terutama karena Kudus tengah dalam fase pemulihan ekonomi pascapandemi.
“Yang kami lakukan nanti adalah pendataan. Berapa jumlah pelaku, titik-titiknya, dan mana yang benar-benar mengganggu. Baru kita tata bersama. Kita tidak ingin usaha anak-anak muda ini mati, tapi juga jangan sampai menutup hak publik,” ujar Sam’ani.
Bupati menambahkan, konsep penataan akan tetap memberi ruang bagi pelaku usaha untuk beroperasi di pinggir jalan, asal tidak memenuhi seluruh badan trotoar atau menghalangi pengguna jalan.
Dari pantauan, area yang kini menjadi sentra street coffee terbentang mulai timur Alun-Alun Simpang Tujuh hingga depan SMPN 2 Kudus.
Sejumlah meja kursi berjajar rapi di sisi kiri-kanan jalan, lengkap dengan gerobak kopi berdesain estetik.
Pemandangan ini ramai mulai sore hingga tengah malam.
Salah satu barista street coffee, Raka (27), mengaku justru banyak pelanggan datang karena konsep terbuka tersebut.
“Anak-anak muda senang ngopi di sini. Lebih santai, harganya juga pas di kantong,” ucapnya.
Namun, tidak sedikit masyarakat yang mengeluhkan dampaknya terhadap kelancaran lalu lintas.
Terutama saat jam sibuk, ruas jalan kerap menyempit karena aktivitas pembeli yang memarkir kendaraan sembarangan.
“Intinya, semua pihak ingin solusi. Street coffee tetap jalan, tapi jangan sampai trotoar jadi tempat duduk semua. Itu harus dibatasi,” ujar Joko, warga Kelurahan Wergu Wetan.
Pemerintah daerah pun diharapkan tidak hanya bertindak reaktif.
Perlu ada regulasi atau kebijakan khusus bagi usaha kuliner pinggir jalan agar berkembang secara legal dan teratur tanpa merugikan kepentingan umum. (YM/YM)







