Kudus, isknews.com – Belasan orang konsumen perumahan Graha Arka yang terletak di Desa Gamong, Kecamatan Kaliwungu, Kudus mengaku tertipu oleh pengembang dari PT Nagaraja Nusantara Energi. Total kerugian pun ditaksir mencapai ratusan juta rupiah.
Mereka sadar bila sudah tertipu saat bulan Agustus 2022 ada pihak Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Gunung Rizki Semarang datang dan mengatakan bila sertifikat perumahan tersebut menjadi jaminan hutang.
Harga rumah murah yang ditawarkan salah satu developer di Kudus membuat konsumen berdatangan. Mereka bahkan datang dari luar daerah, mulai dari kota Solo hingga Jakarta.
Mereka berencana membeli rumah Graha Arka yang terletak di Desa Gamong, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus di bawah pengembang dari PT Nagaraja Nusantara Energi. Pihaknya telah melaporkan kasus ini ke sejumlah lembaga dan aparat penegak hukum (APH) mulai dari kepolisian, hingga ke Pengadilan termasuk ke lembaga konsumen dan Majelis Pengawas Daerah (MPD) Kabupaten Kudus .
Alih-alih untung, mereka justru buntung saat mengetahui keberadaan rumah yang mereka beli telah menjadi jaminan utang atau sudah masuk dalam lelang. Kabar itu mereka dengar pada Agustus 2022 silam melalui salah satu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Semarang.
Komite Advokasi Konsumen Perumahan Graha Arka Kaliwungu (KAKPGAK), Aditya Fitriyanto mengungkapkan lokasi strategis dan lokasi strategis membuat dirinya tergiur. Sehingga ia membeli satu unit rumah di daerah tersebut.
Aditya Fitriyanto menjelaskan kasus ini sudah dilaporkannya ke Polres Kudus sekitar dua bulan lalu. Laporan polisi (LP) juga telah didapatkan namun belum ada panggilan secara resmi sampai saat ini.
“Upaya hukum kami sudah lapor ke Polres Kudus atas dugaan penipuan dan penggelapan ke unit Reskrim 1,” kata Adit siang ini, Kamis (30/03/2023).
Selain itu, pihak korban juga mulai melayangkan gugatan ke PN Kudus. Meski sempat ada penolakan dari pengadilan karena tidak ada pengacara yang mendampingi, akhirnya gugatan KAKPGAK pun diterima.
“Gugatan kita ke pengembang, PT Nagaraja Nusantara Energi. Dengan ikut tergugat diantaranya BPR Gunung Rizki Semarang dan notaris,” sambung Adit.
Lebih lanjut, Adit menjelaskan bagaimana kronologi kasus pelaporan pengembang perumahan ini bisa terjadi. Semua berawal dari pihak PT Nagaraja Nusantara Energi menawarkan perumahan bernama Graha Arka di Desa Gamong, Kecamatan Kaliwungu, Kudus dengan harga murah, lokasi strategis, dan tidak ada sengketa apapun.
Demi meyakinkan pembeli, pengembang juga mengajak pembeli bertemu notaris saat tanda tangan akta jual beli katanya saat itu. Namun ternyata apa yang disaksikan notaris bukanlah akta jual beli, melainkan akta legalisasi berbeda dengan akta jual beli.
Berjalannya waktu, di Agustus 2022 ternyata ada pihak dari BPR Gunung Rizki datang ke perumahan tersebut dan mengatakan bilamana sertipikat perumahan tersebut dibuat jaminan hutang.
“Somasi pun telah dilayangkan ke pihak pengembang. Namun lagi-lagi tidak ada penjelasan apapun dari sana dan malah seakan menyepelekan permintaan pembeli,” kata dia.
Dalam pemasarannya, satu unit rumah saat itu ditawarkan ke dirinya sebesar Rp 174 juta. Dengan rincian uang DP sebesar Rp 74 juta yang diserahkan ke pengembangan. Sisanya Rp 100 juta dibayar secara berangsur selama 5 tahun.
“Saya kebetulan dari Jakarta, tapi orang tua saya kan di sini, akhirnya saya beli rumah agar dekat dengan orang tua,” terang dalam pelaporan kode etik notaris di Bagian Hukum Setda Kudus, Kamis (30/3).
Alasan serupa juga dilontarkan Adi (25). Adi yang berasal dari Solo sengaja membeli rumah untuk mempermudah pekerjaannya. Ia berharap dengan terbelinya rumah di Kudus ongkos yang ia keluarkan jauh lebih kecil.
Pembayaran rumah Adi bahkan sudah hampir lunas sejak diangsurkan mulai Agustus 2020 lalu. Berdasarkan hitungan Adi kekurangan cicilan rumah yang ia beli tinggal sekitar Rp 60 juta.
“DP yang saya bayar juga sebesar Rp 70 juta. Kebetulan saya membeli rumah seharga Rp 167 juta,” terangnya.
Sedangkan untuk total korban dikatakan setidaknya lebih dari 60 orang yang tertipu. Namun yang datang untuk melapor hanya 16 orang.
Adit mengatakan, hal yang sama juga dirasakan pembeli lainnya. Terlebih dari 70 hunian yang disediakan, 68 diantaranya sudah mulai berpemilik.
“Kerugian pun bervariasi, mulai dari Rp 120 juta hingga Rp 180 juta,” kata Adit.
Ia mengaku, tertarik membeli rumah di lokasi tersebut bukan tanpa alasan. Selain harganya yang murah dan bisa dicicil, pihak pengembang pun meyakinkan pembeli dengan mengajak bertemu notaris saat tanda tangan akta jual beli saat itu.
“Tapi ternyata prakteknya itu bukan akta nota real (jual beli), tetapi nota legalisasi,” ungkapnya.
Sebagai masyarakat awam, Adit mengaku tidak tahu menahu terkait nota legalisasi saat itu berbeda dengan akta jual beli. Akhirnya ia dan konsumen lainnya pun percaya saja dengan apa yang dilakukan pihak pengembang.
Kerugian yang sama pun dirasakan Erna Yulianti (39). Membeli rumah dengan harga Rp 159 juta, rumah tersebut pun sudah selesai dibayar. Namun hingga saat ini, sertipikat kepemilikan belum juga dimilikinya.
“Belinya sudah sejak Oktober 2019 lalu. Sampai sekarang pengembang belum menyerahkan sertipikat rumah saya,” katanya.
Begitu pula yang dirasakan Adi (25). Pekerja asal Solo itu berniat membeli rumah yang dekat dengan tempat kerjanya. Sejak Agustus 2020 pun ia sudah membayar DP sebesar Rp 70 juta untuk membeli rumah seharga Rp 167 juta. Hingga tahun 2023 ini, ia mengaku kerugiannya mencapai ratusan juta rupiah.
“Kekurangan bayar sekitar Rp 60 jutaan. Setiap bulan juga sudah menyicil Rp 1,6 jutaan,” katanya.
Ia pun merasa ditipu oleh pihak pengembang. Uang ratusan juta yang telah dibayarkannya untuk membeli rumah, ternyata sertipikat digadaikan ke bank. Ia pun akan terus berjuang dengan konsumen lainnya agar hal seperti ini tidak terulang kembali dan tidak ada kesalahan lagi.
Kasus ini juga coba diselesaikan melalui Majelis Pengawas Daerah (MPD) Kabupaten Kudus untuk menemukan pihak notaris dengan pihak yang menggugat. Bertempat di kantor Bagian Hukum Setda Kudus, mereka saling menjelaskan kejadian yang sebenarnya terjadi.
Ketua MPD Kudus, Radot BM Sitompul mengatakan bahwa kesalahpahaman antara notaris dengan pembeli telah selesai. Pihak notaris membenarkan telah menyaksikan tanda tangan nota legalisasi, dan perwakilan pihak pengembang dengan pembeli juga sama-sama telah tanda tangan.
“Dari yang disidangkan hari ini akan dibuat kesimpulan dan akan kami laporkan ke kantor wilayah (Kanwil). Kami akan buat kesimpulan dan pelapor juga buat kesimpulan. Waktunya sekitar satu minggu saja,” ungkap Radot.
Dengan kejadian ini pun, akan menjadi koreksi bagi para notaris di Kudus. MPD Kudus akan memberikan himbauan kepada semua notaris di Kudus untuk lebih detail lagi menjelaskan akta yang ditandatangani di kantornya. Baik itu tentang akta legislasi, akta jual beli, dan lainnya.
“Akan kami edukasi notarisnya, kalau datang client harus dijelaskan dulu,” katanya.
Atas kejadian yang terjadi ini, masyarakat Kudus diharapkan lebih teliti lagi jika ingin membeli properti. Jangan sampai kejadian serupa terulang di masa yang akan datang.
Atas kasus ini, ada tiga notaris yang memberikan kesaksian bahwa nota legislasi sah disaksikan notaris. Yakni Eliya Elfi, Dewi Oktaviana, dan Dila Fadila. Namun salah satu diantara mereka ada yang sempat menyangkal tidak menyaksikan proses tandatangan.
Terpisah, Kanit 1 Reskrim Polres Kudus IPDA Sidqy Fauzan saat dikonfirmasi membenarkan bila laporan terkait kasus penipuan PT Nagaraja Nusantara Energi tersebut sudah masuk ke Polres Kudus. Sampai saat ini kasus tersebut dikatakannya masih dalam proses penyelidikan. (YM/YM)