Kudus, isknews.com – Minimnya anggaran yang dikucurkan untuk pendampingan Basis Data Terpadu (BDT), ditengarai sebagai penyebab sejumlah desa malas untuk melakukan update data.
Sesuai permensos 10 Tahun 2016 Pasal 1, BDT adalah sistem data elektronik berisi data nama dan alamat yang memuat informasi sosial, ekonomi, dan demografi dari individu dengan status kesejahteraan terendah di Indonesia.
Tepatnya anggaran bagi pelatihan verifikasi dan validasi BDT dalam rangka penggantian bantuan pangan non- tunai (BPNT).Tujuannya agar warga melek teknologi. Pelatihan ini seharusnya diberikan kepada seluruh desa di Kudus.
Hal itu diungkapkan oleh Lutful Hakim, Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Kabupaten Kudus menegaskan bahwa kini BDT digunakan Pemerintah dalam sebagai acuan untuk pemberian bantuan sosial ke masyarakat.
“Kalau ada yang protes, warga miskin tidak dapat bantuan. Malah warga yang kaya, dapat bantuan sosial. Itu permasalahannya BDT di desanya belum diupdate,” ujarnya.
Hingga kini masih ditemukan warga yang dianggap layak mendapatkan bantuan, namun tidak masuk ke dalam daftar BDT. Padahal, BDT menjadi salah satu syarat warga mendapatkan bantuan.
“Jika belum masuk, segera bisa dilakukan pendaftaran melalui mekanisme Pemutakhiran Mandiri Basis Data Terpadu (MPM-BDT) dengan berkoordiansi bersama perangkat desa,” katanya.
Lutful tidak menampik, saat ini banyak desa yang malas melakukan update data lantaran tidak adanya anggaran pendampingan untuk BDT. Hal ini juga yang kemudian membuat pihaknya tidak dapat menekan pemerintah desa untuk senantiasa melakukan update data.
“Selama ini petugas untuk update data BDT dari relawan. Berhubung tidak ada dananya, maka kami tidak bisa menekan,” ujar Lutful.
Diungkapkan dia, pada tahun ini Dinsos P3AP2KB mendapatkan kucuran dana Rp. 150 juta untuk progam Pendamping Keluarga Harapan (PKH). Sedangakan untuk BDT hanya diberi anggaran Rp. 10 juta untuk pelatihan tenaga administrsi dan update data.
“Kemarim waktu pelatihan pun yang datang hanya sekitar 50 desa dari 132 desa di Kudus. Jadi 50 desa itu yang kini datnya sudah terupdate lainnya belum,” terangnya.
Diungkapkan dia, idealnya dana pendampingan program ini paling tidak sebesar lima persen dari dana anggaran program yaitu sekitar Rp 52 miliar. Masih kata Lutful, saat ini daftar BDT di Kudus sebanyak 227.580 jiwa. Dimana data ini akan berubah seiring perubahan data oleh Kementrian Sosial yang berlangsung sebentar lagi.
Dijelaskan Lutful, pengajuan dan perubahan BDT sebenarnya dapat dilakukan setiap saat oleh Pemerintah Desa (Pemdes) . Melalui aplikasi yang telah tersedia, admin bisa mengajukan perubahan data BDT ke Dinsos P3AP2KB untuk kemudian diteruskan ke Kementrian Sosial, yang dilakukan setiap enam bulan sekali.
“Status masyarakat itu berubah-ubah secara cepat. Dari yang awalnya miskin setahun tiba-tiba menjadi kaya, atau sebaliknya. Makanya datanya harus terus diupdate setiap saat, agar bantuan yang diberikan bisa tepat sasaran,” pungkasnya.
Terpisah, Sofyan Hamdani, Admin khusus data kesejahteraan sosial Desa Pasuruhan Lor mengaku proses update data BDT memang tidak mudah. Untuk mengganti data BDT, pihaknya perlu memasukkan seluruh data Kartu Keluarga (KK) dan data di form pengajuan satu persatu.
“Kalau yang melakukan hal semacam ini bukan generasi muda dan orang yang cakap teknologi tentu akan mengalami kesulitan,” tandasnya.
Hal tersebut dibenarkan Kaur Kesra Desa Pasuruhan Lor, Budi Mulyono. Pihaknya meerasa sudah tidak sanggup untuk melakukan update KPM melalui komputer. Usianya yang sudah tua dan gagap teknologi membuatnya kesulitan saat melakukan update basis data terpadu.
“Rata-rata pegawai Pemdes usianya sudah tua, sehingga butuh tenaga yang masih muda dan mahir teknologi untuk melakukan verifikasi dan validasi data DBT,” tandas Budi.(YM/YM)