Kudus, isknews.com – Sungai Gelis merupakan sungai yang berhulu di Gunung Muria Desa Rahtawu Kecamatan Gebog hingga menuju hilir di Desa Jati Wetan Kecamatan Jati. Sungai Gelis mengalir di tengah Kabupaten Kudus dengan luas daerah aliran sungai (DAS) sebesar 140,94 km2 dan panjang aliran sepanjang 32 km.
Penggunaan lahan di sekitar daerah aliran Sungai Gelis sangat beragam yaitu berupa lahan pemukiman, lahan pertanian, lahan peternakan, lahan perkebunan, dan hutan. Kondisi tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya pencemaran sungai akibat aktivitas masyarakat dalam penggunaan lahan yang dapat mempengaruhi tingkat kualitas air dan ekosistem Sungai Gelis hingga berdampak pada menurunnya kualitas air sungai mulai dari hulu sampai hilir (Hanisa, Nugraha, & Sarminingsih, 2017).
Terdapat dua jenis limbah domestik yaitu limbah domestik cair dan limbah domestik padat. Pada pembahasan ini mengangkat permasalahan yang terjadi mengenai pengaruh pembuangan limbah domestik cair terhadap kualitas air dan ekosistem di Sungai Gelis. Limbah domestik cair berasal dari aktivitas masyarakat yang tinggal di pemukiman daerah aliran sungai seperti dari kamar mandi, tempat cuci, toilet, serta tempat memasak dengan menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan akhir. Pembuangan limbah tersebut menyebabkan kualitas sungai mengalami penurunan dan secara kuantitas tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih yang semakin meningkat serta menyebabkan rusaknya ekosistem akuatik di Sungai Gelis. Hal tersebut diakibatkan oleh tingginya beban pencemar salah satunya adalah bakteri fecal coliform yang berasal dari aktivitas toilet (Sinaga, Nugraha, & Rezagama, 2017).
Sungai menjadi salah satu sumber air utama bagi masyarakat yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dan kegiatan, seperti kebutuhan rumah tangga, pertanian, peternakan, industri, sumber mineral, dan pemanfaatan lainnya. Pencemaran sungai yang terjadi merugikan masyarakat yang mendiami daerah aliran sungai dari hulu ke hilir. Pencemaran fecal coliform yang terjadi di Sungai Gelis dapat menyebabkan terganggunya sistem pencernaan manusia maupun hewan yang memanfaatkan air sungai tersebut. Pada sungai terdapat suatu ekosistem yaitu ekosistem sungai yang merupakan habitat bagi organisme akuatik yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Organisme akuatik tersebut diantaranya tumbuhan air, plankton, perifiton, bentos, ikan, serangga air, dan lain-lain (Suwarno, 1991).
Sungai Gelis dibagi menjadi empat segmen dari hulu hingga hilir. Pada setiap segmen secara keseluruhan terdapat salah satu dari beban pencemar dengan konsentrasi yang melebihi batas baku mutu yaitu BOD (Biological Oxygen Demand) dan fecal Coliform. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sinaga, Nugraha, & Rezagama pada tahun 2017 menggunakan metode pemodelan QUAL2E, diketahui bahwa keseluruhan Sungai Gelis tidak memenuhi baku mutu kelas I dan kelas II menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air.
Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa konsentrasi beban pencemar BOD pada debit minimum dan maksimum di Sungai Gelis berada di atas baku mutu yang diijinkan untuk kelas I dan kelas II. Pada debit minimun konsentrasi BOD terendah sebesar 0 kg/hari dan konsentrasi terbesar yaitu 5,92 kg/hari, sedangkan pada debit maksimum konsentrasi BOD terendah sebesar 269,83 kg/hari dan konsentrasi terbesar yaitu 5,324,59 kg/hari. Beban pencemar fecal coliform pada debit minimum dan maksimum juga berada di atas baku mutu yang diijinkan untuk kelas I dan kelas II. Pada debit minimun konsentrasi fecal coliform terendah sebesar 325 jumlah/100 ml dan terbesar yaitu 1,43 x 1011 jumlah/hari, sedangkan pada debit maksimum konsentrasi fecal coliform terendah sebesar 5,83 x 109 jumlah/hari pada segmen 1 dan terus mengalami penigkatan hingga segmen ketiga namun pada segmen keempat mengalami penurunan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa daya tampung beban pencemar BOD dan fecal coliform tidak memenuhi baku mutu yang seharusnya masuk di badan air berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air.
Pada tahun 2017 juga Sheftiana, et al. melakukan peneliatan yang memberikan hasil bahwa status mutu air Sungai Gelis berada pada golongan cemar sedang berdasarkan penelitian kualitas air yang dilakukan pada 4 titik lokasi pengambilan sampel. Tingkat cemar sedang didasarkan pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa seluruh nilai konsentrasi BOD dan fecal coliform pada lima titik lokasi sampling berada di atas baku mutu Kelas II. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air baku mutu parameter BOD sebesai 3 mg/l, namun nilai BOD pada titik 1 sebesar 10 mg/l, titik 2 sebesar 6 mg/l, titik 3 sebesar 8 mg/l, dan titik 4 sebesar 13 mg/l. Baku mutu parameter fecal coliform sebesar 1.000 jumlah/100ml, namun nilai BOD pada titik 1 sebesar 3.500 jumlah/100ml, titik 2 sebesar 16.000 jumlah/100ml, titik 3 sebesar 16.000 jumlah/100ml, dan titik 4 sebesar 16.000 jumlah/100ml.
Kualitas air dapat dinilai melalui bioindikator pada ekosistem sungai yaitu organisme akuatik seperti ikan dan plankton. Apabila organisme akuatik memiliki kepadatan dan keanekaragaman yang tinggi maka dapat dipastikan bahwa kualitas air sugai berada pada tingkat yang baik, namun apabila hanya beberapa spesies saja yang mendominasi dan hanya sedikit biota yang tumbuh atau terjadi eutrofikasi maka dapat dipastikan bahwa kualitas air berada pada tingkat yang buruk.
Oleh karena itu, diperlukan program monitoring melalui indikator biologi untuk mengurangi pencemaran di Sungai Gelis. Program biomonitoring yang perlu dilakukan adalah pengambilan sampel di badan air yaitu sungai yang dilakukan secara berkala dan memperbanyak titik pengambilan sampel dan mendapatkan hasil yang lebih akurat, sehingga kualitas air sungai tetap terkontrol dengan baik. Pemantauan kesehatan masyarakat juga harus dilakukan sebagai bagian dari human monitoring melalui pengumpulan sampel biologis yang dilakukan terus menerus untuk mengetahui tingkat paparan manusia terhadap zat beracun di lingkungan.
Biomonitoring sangat penting untuk dilakukan karena dapat memberikan informasi mengenai kualitas air sungai, menyediakan informasi yang bisa digunakan dalam berbagai parameter (fisik, kimia, dan biologi), memperkirakan keefektifan program pengelolaan lingkungan yang diambil untuk mengurangi paparan pencemar, menjadi peringatan akan rusaknya lingkungan, dan menjadi panduan dalam melakukan pemulihan lingkungan.
Melihat kasus tersebut, perlu dirancangkan strategi pengelolaan lingkungan untuk mengurangi pencemaran di Sungai Gelis. Terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam pengelolaan lingkungan, yaitu mengadakan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar, melakukan sosialisasi dan penegasan mengenai beberapa larangan kepada masyarakat yang berada di kawasan sempadan sungai berdasarkan Peraturan Daerah yang berlaku, mengelola air limbah rumah tangga dengan cara membangun instalasi pembuangan air limbah (IPAL) komunal dan pembangunan WC umum yang dilengkapi septic tank, dan melakukan pemantauan serta pengawasan rutin terhadap kualitas air sungai.
Kasus pencemaran yang terjadi di Sungai Gelis dapat tertangani apabila strategi pengelolaan lingkungan daerah aliran sungai dilakukan dengan tepat dan diikuti dengan pengelolaan sumber daya lahan dan air yang sesuai. Strategi pengelolaan lingkungan yang terlaksana dengan baik, mampu memberikan dampak positif bagi lingkungan aliran sungai seperti menurunnya tingkat pencemaran dan meningkatnya kualitas air serta ekosistem Sungai Gelis. (Stefani Rema Septiana, Prodi Biologi Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana/ISK).