Kudus, isknews.com – Status pegawai honorer akan resmi dihapuskan pada 1 Januari 2026. Kebijakan nasional ini berdampak besar bagi Kabupaten Kudus, di mana tercatat 709 guru dan tenaga kependidikan (tendik) tidak masuk dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN), sehingga dipastikan tidak lagi menerima gaji dari pemerintah, baik melalui APBD maupun dana BOS.
Pelaksana Harian (Plh) Sekretaris Daerah (Sekda) Kudus, Eko Djumartono, menjelaskan bahwa mulai 2026 Pemkab Kudus tidak diperbolehkan menganggarkan gaji bagi pegawai honorer yang tidak terdata sebagai PPPK penuh maupun paruh waktu. Kebijakan tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara serta Surat Edaran Menteri PANRB Nomor B/5993/M/SM/01.00/2025 mengenai penganggaran gaji bagi pegawai honorer/non-ASN tahun 2025.
Penegasan serupa juga disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, yang meminta seluruh kabupaten/kota menaati regulasi penghapusan honorer sesuai arahan pemerintah pusat. Menurutnya, Pemprov Jateng telah mengingatkan daerah agar tidak lagi menganggarkan gaji pegawai honorer di luar ketentuan yang diperbolehkan, sekaligus memastikan penataan ASN berjalan sesuai aturan.
Dari total data yang dihimpun, sebanyak 709 guru dan tendik di Kudus masih berstatus honorer sehingga mereka tidak akan lagi memperoleh gaji melalui mekanisme pemerintah. Dana BOS juga tidak dapat digunakan untuk membiayai mereka karena telah dialokasikan khusus untuk PPPK paruh waktu. Dengan demikian, kelanjutan para guru honorer yang terdampak sepenuhnya dikembalikan kepada pihak sekolah atau yayasan pengelola.
Eko menegaskan bahwa Pemkab Kudus sejak 20 Desember 2022 telah melarang rekrutmen tenaga honorer baru. Konsistensi kebijakan tersebut harus dijalankan karena daerah wajib mengikuti aturan pemerintah pusat, termasuk batasan penganggaran pegawai.
Kondisi serupa juga berlaku bagi tenaga non-ASN di seluruh OPD Pemkab Kudus. Untuk mengatasi kekurangan tenaga pendidik maupun pegawai teknis, pemerintah daerah akan melakukan pendataan ulang kebutuhan pegawai. Sekolah yang kekurangan guru akan diisi oleh PPPK paruh waktu dari sekolah lain yang memiliki kelebihan formasi, sebagai bentuk penataan ulang sumber daya manusia tanpa menambah honorer baru.
“Kalau seperti ini, semua diserahkan kembali ke masing-masing sekolah,” ujar Eko. (YM/YM)






