Blora, isknews.com (Lintas Blora) – Kondisi persaingan bisnis antara Kabupaten Blora Jawa Tengah dengan Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur yang tampak tidak sehat, menjadi sorotan Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Blora Jawa Tengah. Terlebih, persaingan di bidang perhotelan antara kedua wilayah tersebut.
Pasalnya, akibat kebijakan yang diterapkan oleh Kabupaten Bojonegoro bahwa bagi pekerjaan sector Minyak dan Gas Bumi (Migas), harus memanfaatkan fasilitas yang ada di Bojonegoro. Termasuk didalamnya adalah fasilitas hotel bagi para pekerja.
Menurut Ketua PHRI Blora, Hari Kristanto, dari banyak perusahaan yang berdiskusi dengan dirinya, terungkap bahwa mereka lebih nyaman menginap di hotel yang ada di kawasan Cepu. “Karena memang juga lebih dekat dengan lokasi pekerjaan,” jelasnya.
Dia menjelaskan, dari kebanyakan meraka merasa takut dengan aturan dalam Peraturan Daerah (Perda) yang diterapkan oleh Kabupaten Bojonegoro tersebut. “Kalau mereka tidak memanfaatkan fasilitas itu, maka segala sesuatunya akan dipersulit. Dan itu pernah dibuktikan. Tapi saat saya tanya, Perda yang mana, mereka (orang perusahaan) tidak bisa menunjukkan perdanya,” ujarnya.
Yang jelas, kata dia, ini adalah kebijakan yang merugikan. “Lebih mencengangkan lagi, tahun 2016 lalu, para pekerja yang menginap di hotel wilayah Cepu dipaksa di Cek out-kan. Saat kami tanya, ternyata alasannya karena aturan pemerintah. Ini kan tidak bisa dibenarkan. Kalau seperti ini, bukan persaingan bisnis yang sehat,” ujar Hari.
Setelah ditelusuri, lanjut dia, ternyata Bojonegoro menggunakan Perda Nomor 23 tahun 2011 tentang Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah Dalam Pelaksanaan Ekplorasi Dan Eksploitasi Serta Pengolahan Minyak Dan Gas Bumi Di Kabupaten Bojonegoro.
“Setelah kami pelajari, ternyata ada indikasi pemaksaan penafsiran dalam perda tersebut. Padahal, dalam perda itu ditujukan pada industry Migas. Kalau hotel itu hanya bagian dari multiplier effect,” ujarnya.
Sebenarnya, dari perusahaan itu-pun juga bisa memilih demi kenyamanan. “Kalau-pun pekerjaan Negara itu akan terhambat akibat kebijakan Kabupaten Bojonegoro, maka perusahaan bisa menyampaikan kepada Pusat atas hambatan yang dialami,” jelasnya.
Kondisi yang ada saat ini, menurut dia, sudah saya sampaikan kepada pimpinan pusat. “Sehingga nanti bisa menjadi bahan kajian,” ujarnya. (ams)