Kudus, isknews.com – Pusat Studi Gender (PSG) Universitas Muria Kudus (UMK) menggelar workshop penguatan perspektif gender dan implementasi dalam pembelajaran guna memberikan penguatan pemahaman terkait dengan perspektif gender. Khususnya kepada segenap civitas akademika UMK mulai dari pimpinan terutama di jajaran Kaprodi, dosen, serta mahasiswa.
“Bahkan kita juga melibatkan pihak luar, karena harapannya perspektif gender ini tidak hanya di dalam kampus tetapi juga di luar kampus,” tutur Ketua PSG UMK, Dr. Sri Utaminingsih, M.Pd. usai workshop di Ruang Seminar lantai IV Gedung Rektorat, Senin (04/09/20203).
Harapannya, sambung Dr. Sri Utaminingsih, M.Pd., dengan kita sudah punya persamaan persepsi kaitannya dengan penguatan perspektif gender ini, para dosen bisa menerapkan di dalam pengembangan bahan ajar.
“Harapannya memperhatikann kaidah-kaidah terkait dengan perspektif gender, jadi antara laki-laki dan perempuan mempunyai peran yang sama jadi sudah tidak ada pembedaan lagi di dalam pengaplikasian pembelajaran,” jelasnya.
Di sisi lain, narasumber dalam workshop tersebut, Pengurus Cisform (Center for Social and Transformation) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof. Alimatul Qibtiyah, S.Ag. M.Si. MA. Ph.D. menjelaskan tentang peran Komnas Perempuan (KP).
Menurutnya, KP ini hadir sebagai respon terhadap tuntutan masyarakat anti kekerasan terhadap perempuan akan pertanggungjawaban negara atas kekerasan terhadap perempuan.
“KP juga merupakan lembaga HAM RI, dan bersifat independent,” jelasnya.
Selain itu, sambungnya, KP juga bertujuan untuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegak HAM. “Khususnya Hak Asasi Perempuan di Indonesia,” tambahnya.
Sementara itu, narasumber kedua, Pengurus Jaringan Perlindungan Perempuan & Anak (JPPA) Dyah Citrawati, S.Psi., M.Psi., Psikolog menerangkan mekanisme pelaporan di JPPA.
Pertama, korban melapor ke JPPA, sehingga ada permohonan ke JPPA. Kemudian, dilakukan pemeriksaan di RSUD (visum).
“Kemudian kita mendampingi lapotran di PPA/Kepolisian, bahkan hingga mendampingi hingga ke pengadilan,” terangnya.
“Kita juga melakukan diskusi tata laksana penanganan, mulai pengamanan korban, pengobatan pada korban bilaman ditemukan luka/trauma, serta proses rehabilitasi,” pungkasnya. (AS/YM)