Kudus, isknews.com – Pameran Temporer “Utsava Kretek” yang digelar di Museum Kretek Kudus pada 13–16 November 2025 tidak hanya menampilkan sejarah dan budaya kretek serta dimeriahkan puluhan stand dari komunitas kretek dan para pelaku ekonomi kreatif, tetapi juga menjadi ruang diskusi mengenai peran industri rokok dalam ekosistem ekonomi kreatif.
Anggota DPRD Kudus, Valerie Yudistira Pramudya, yang turut menjadi narasumber pada sarasehan dengan mengangkat tema, “Kretek menjadi Warisan Budaya Tak Benda”, pada Kamis (13/11/2025), menyampaikan perspektifnya mengenai keterkaitan kuat antara industri rokok dengan perkembangan ekonomi kreatif di Kudus.
Ia menuturkan bahwa keterlibatannya dalam isu industri kretek tidak terlepas dari latar belakang keluarga yang telah lama berkecimpung dalam dunia pertembakauan.
“Saya lahir dan besar di Kudus, dan sejak kecil sudah dikenalkan bahwa keluarga saya bisa hidup dan berkembang karena industri rokok. Itu yang menanamkan kepada saya bahwa ke mana pun saya melangkah, saya harus memperjuangkan hak-hak industri rokok yang selama ini memberikan kontribusi besar bagi negara dan masyarakat Kudus,” ungkap Valerie yang juga Ketua Komite Ekonomi Kreatif (KEK) Kudus.
Valerie juga menceritakan pengalamannya menggagas Festival Tembakau dan Ekonomi Kreatif bersama komunitas Republik Tembakau Akar Rumput (R-TAR) pada 2023, sebuah momentum yang menurutnya menunjukkan bahwa kretek memiliki dampak luas terhadap perekonomian masyarakat, terutama melalui efek berganda terhadap berbagai sektor.
Menurutnya, konsep ekonomi kreatif sangat relevan dengan industri kretek. Ia memberi contoh pada booth perusahaan rokok yang menampilkan game interaktif, aplikasi, hingga konten audio visual yang semuanya masuk dalam subsektor ekonomi kreatif.
“Ketika Bapak-Ibu melihat booth di museum, terutama booth dari Djarum, ada games yang dimainkan oleh Pak Sekda. Itu jelas ekonomi kreatif. Game, aplikasi, animasi, seni pertunjukan, hingga manajemen event, semuanya merupakan bagian dari ekosistem ekraf,” terangnya.
Valerie menegaskan bahwa industri kretek tidak hanya berkaitan dengan produk tembakau, melainkan juga melibatkan rantai kreativitas yang luas, seperti perancangan kemasan, desain visual, seni pertunjukan dalam event, fotografi, musik, hingga produksi konten digital.
Sebagai Ketua Komite Ekonomi Kreatif, ia terus mendorong agar Kudus lebih sadar terhadap potensi besar industri kreatif yang bersinggungan dengan kretek.
“Saya ingin teman-teman komunitas, sejarawan, budayawan, dan para pegiat literasi kretek membangun wacana bersama. Bagaimana kretek ini tidak hanya dilihat sebagai komoditas, tetapi juga sebagai warisan dan sumber kreativitas yang terus berkembang,” ujarnya.
Dalam sesi diskusi, Valerie bahkan menunjukkan contoh desain produk rokok kreatif bertajuk Kretek Asli Kodok Nguntal Durian sebuah eksperimen branding yang memadukan unsur kontroversi dan kreativitas dalam satu kemasan.
“Ini produk kreatif. Judulnya ‘kodok Nguntal durian’, dengan tagline ‘nikmatnya enggak masuk akal’. Ini cara kami menunjukkan bahwa rasa dan persepsi adalah bagian dari kreativitas. Tidak semua harus diterima semua orang, tapi kreativitas itu ruang bebas berekspresi,” jelasnya.
Ia menutup penyampaiannya dengan menegaskan bahwa industri kreatif pada akhirnya akan bermuara pada hak, karya, dan keberlanjutan ekosistem.
“Ekonomi kreatif adalah hak dan selama industri rokok masih memberikan manfaat ekonomi besar bagi masyarakat Kudus, maka kreativitas di dalamnya harus terus dirawat. Melalui Pameran Utsava Kretek 2025, Pemerintah Kabupaten Kudus bersama komunitas dan pelaku industri diharapkan mampu memperkuat ruang dialog, kreativitas, dan pelestarian budaya kretek agar tetap relevan dan mengakar di tengah masyarakat,” pungkas Valerie. (AS/YM)
