Kudus, isknews.com – Pasca pelaksanaan gelar Tes Seleksi Perangkat Desa di Kudus yang diikuti oleh 4.929 orang peserta. Kini sejumlah pihak menyoroti kinerja pihak ketiga dalam penyelenggaraan Tes seleksi perangkat desa yang berlangsung di Kabupaten Kudus kemarin.
Seperti diketahui lima kampus digandeng oleh Pemkab dan panitiya pengisian perangkat desa dalam penyelenggaraan tes menggunakan sistem computer assisted test (CAT) yakni Politeknik Negeri Semarang, Universitas Stikubank dan Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) ketiganya dari Semarang. Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, dan Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung.
Namun dari kelima kampus tersebut sorotan paling tajam diarahkan kepada penyelenggaraan dari Tim Unpad Bandung, menurut sejumlah sumber temuan terkait keluhan peserta banyak dari peserta tes yang dikelola oleh kampus ini.
Hal itu seperti disampaikan oleh aktifis Kudus Ahmad Triswadi, Menurutnya pihaknya sedang menyoroti kinerja buruk Tim Unpad pada seleksi dari Universitas Padjajaran, karena dinilai kurang profesional didalam pelaksanaannya.
Dikatakannya, terjadi suatu jeda yang lama dan tidak real time sesuai dengan bunyi klausul kerjasama dengan pihak penyelenggara CAT. Jadi setelah mereka pada melaksanakan ujian itu para peserta diminta pulang dengan dalih nanti akan diberitahukan lewat WA.
“Nah waktu jeda ini saya amati ternyata satu jam bahkan lebih baru nilainya keluar. Satu jam ini yang menjadikan kita ragu-ragu apakah ini murni atau sulapan. Makanya kami kurang puas dan memandang Unpad kurang profesional,” ungkap direktur LSM Jateng Good Governance & Society Empowerment Kudus, Rabu (15/02/2023).
Dirinya membandingkan dengan penyelenggara dari kampus perguruan tinggi yang lain seperti Stikubank, Unsoed dan lain-lain mereka bahkan berani mengeluarkan satu cara menggunakan live streaming di Youtube chanel mereka atau real time report di website tertentu.
“Saya berharap Pemkab Kudus melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) segera mengambil sikap atas hal ini. Kalau perlu karena kekurang profesionalannya dan tidak dapat menghasilkan nilai yang bisa langsung dipantau peserta kalau perlu khusus yang dibawah kampus ini diulang saja tesnya,” ungkap Triswadi.
Tak hanya, LSM tersebut sejumlah warga juga keluhkan ketidak profesionalan lembaga ini, di antara persoalan yang paling menjadi sorotan yakni berubah-ubahnya hasil skor peserta tes seleksi. Seperti yang dialamai oleh isteri Miftahul Huda. Lelaki asal Desa Sidorekso, Kecamatan Kaliwungu, Kudus, ia menilai janggal hasil tes yang diterima istrinya yang bernama Erfana Setyaningrum di SMP 5 Kudus yang diselenggarakan oleh Unpad.
Seusai istrinya menjalani tes hasil belum langsung keluar. Padahal tes menggunakan sistem computer assisted test (CAT). Hasil baru diketahui pada malam hari. Dari hasil tersebut istri Miftahul Huda berhasil mengantongi skor tertinggi yakni 370,70 untuk formasi Kasi Kesra Sidorekso. Namun rupanya skor tersebut tidak berlangsung lama. Beberapa waktu kemudian muncul hasil baru dan skor istrinya berubah menjadi lebih rendah.
“Hasil pertama muncul pukul 19.00 WIB. Kemudian muncul lagi hasil sampai tiga kali, terakhir hasil muncul pada pukul 20.30,” kata Miftahul Huda, Rabu (15/02/2023).
Pada pengumuman hasil terakhir rupanya istrinya tidak jadi pemilik skor tertinggi untuk formasi Kasi Kesra Sidorekso. Dari yang semula nilainya 370,70 menjadi 337,25. Sementara skor tertinggi untuk formasi Kasi Kesra Sidorekso menjadi milik Risnanda Agum Nugroho dengan skor 366,00, padahal sebelumnya Risnanda pada pengumuman hasil pertama nilainya 331,35.
“Pada pengumuman pertama sekretaris desa sudah mengucapkan selamat karena istri saya dinilai sudah lolos. Tapi kemudian pada pengumuman berikutnya nilainya jadi turun,” kata Miftahul Huda.
Menanggapi adanya masalah tersebut, Ketua Panitia Seleksi Perangkat Desa Sidorekso, Alid Pamungkas, mengatakan, pengumuman nilai yang pertama kali keluar kalau dari informasi yang dia terima server penyelenggara tes seleksi dari Universitas Padjajaran nge-lag. Dia juga sempat menanyakan kepada penyelenggara tes kenapa nge-lag-nya terlalu lama.
“Soalnya saya sudah ditanya para peserta. Beberapa desa hasilnya sudah keluar kok Sidorekso belum keluar,” kata Alid.
Berhubung ada beberapa kali pengumuman dengan skor nilai berubah-ubah, kata Alid, maka dasar pihaknya untuk mengumumkan perangkat desa terpilih adalah pengumuman yang terakhir. Tentu ini menimbulkan persoalan terutama bagi peserta yang pada pengumuman pertama sudah mengantongi nilai tertinggi kemudian jeblok pada pengumuman berikutnya.
Bagi yang belum bisa menerima hasil tes masih bisa melakukan sanggahan. Sampai saat ini sudah ada 5 peserta yang mengirimkan sanggahan kepada pihaknya.
“Kalau dari panitia di juknis SK Bupati ada (kesempatan) sanggahan dari peserta. Panitia bisa memfasilitasi menyampaikan ke Unpad sanggahan itu. (Masa sanggah) selama 4 hari,” katanya.
Sementara itu, Kepala Desa Sidorekso, Mochamad Arifin, mengatakan, memang pertama hasil keluar sudah bisa dilihat siapa yang bakal lolos. Selang dua jam ada hasil skor baru yang skor dan siapa yang lolos berbeda dengan sebelumnya.
“Yang lolos berubah semua. Aneh. Online kok bisa berubah artinya datanya semrawut,” kata Mochamad Arifin.
Arifin mengatakan, dia menilai ada perjanjian kerja sama antara panitia tingkat desa dengan perguruan tinggi Universitas Padjajaran yang dilanggar. Misalnya, dalam perjanjian tersebut hasil bisa langsung diketahui oleh peserta saat itu juga atau real time. Namun nyatanya hasil baru bisa diketahui beberapa jam setelahnya. Ditambah ada hasil susulan yang berbeda dengan hasil sebelumnya.
“Kemudian saya dapat slentingan proses pengisian perangkat desa yang dilaksanakan Universitas Padjajaran ternyata tidak sesuai Perbup kalau di Perbup ada klausul bahwa cara pengetesan bisa pilihan, jawaban, dan passing grade pakai nilai tidak skor,” kata dia,
Dijelaskan, gradenya minimal 60 bisa dinyatakan lulus. Kalau tidak mendapat 60 gugur. Tapi pelaksanaan dia malah pakai skor. Jadi semacam cacat hukum.
Sementara itu Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor Kudus, Saiful Anas, mengatakan, masalah serupa tidak hanya dialami peserta tes seleksi dari Sidorekso. Pihaknya mencatat ada beberapa desa yang mengalami kasus serupa. Terhitung sudah ada 13 peserta yang mengadu. Misalnya untuk masalah berubah-ubahnya hasil skor peserta seleksi dari Desa Medini, Kecamatan Undaan; kemudian dari Desa Sadang, Kecamatan Jekulo; Kesambi, Kecamatan Mejobo; dan Japan, Kecamatan Dawe.
“Aduan yang masuk ke kami umumnya karena masalah skor yang keluar tiga kali dan berubah-ubah. Hampir semua aduan itu dari peserta yang mengikuti tes dari Universitas Padjajaran,” kata Saiful Anas.
Adanya aduan tersebut, kata Saiful Anas, pihaknya siap mendampingi. Namun syaratnya peserta mengajukan sanggahan atas hasil seleksi kepada panitia di desa masing-masing. Sebab, menurutnya hal itulah yang sesuai aturan yang ada.
“Kalau hasilnya masyarakat tidak puas, tidak ada aturan main selanjutnya. Kalau memang masalah skor yang sama (tes) bisa diulang. Kalau masih keberatan bandingnya ke mana,” tandasnya.
Seperti diketahui dalam CAT Perangkat Desa di Kudus yang diikuti Pesertanya 4.929 peserta, yang berada dibawah penyelenggara Universitas Padjajaran (Unpad) sebanyak 3.800 orang yang tersebar di lokasi tes SMP 1, SMP 3, dan SMP 5 Kudus. (YM/YM)