Sidang Tipikor : Pengusaha Bus Haryanto Mengaku Tak Tahu Menahu Soal Jual Beli Jabatan

oleh -2,903 kali dibaca

Kudus, isknews.com – Selain mengagendakan pembacaan tuntutan untuk terdakwa kasus suap jual beli jabatan di lingkup Pemkab Kudus Agus Soeranto atau Agus Kroto, sidan hari ini juga menghadirkan dua pengusaha yang menjadi penyokong dana kampanye Bupati Kudus HM Tamzil dan Wakilnya HM Hartopo di Pilkada 2018 yakni pengusaha Bus Haryanto dan pengusaha jasa konstruksi asal Kabupaten Demak, Noor Halim,  Senin (10/02/2020) pagi.

Selain itu siding juga meminta kesaksian ajudan Haryanto, Edy Suryanto untuk dimintai kesaksiannya. Sebelumnya, Edy disebut menjadi perantara Haryanto untuk meminta uang ke sejumlah instansi dengan dalih membayar hutang di Pilkada.

Tak hanya itu, pengadilan juga memanggil Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Kudus Joko Dwi Putranto dan mantan Sekdinnya Rudi Hermawan untuk diperdengarkan kesaksiannya terkait kasus gratifikasi.

Dua pengusaha, Haryanto dan Noor Halim saat menjadi saksi dalam sidang Tipikor dengan terdakwa HM Tamzil di Pengadilan Tipikor Semarang (Foto: YM)

Pada kesaksian Noor Halim yang memperoleh giliran pertama, dia menyatakan bahwa mengaku menyokong dana kampanye Tamzil – Hartopo sebesar Rp 10 miliar. Uang, diberikan sebanyak dua kali masing – masing sebesar Rp 5 miliar. Pemberiannya yang terakhir, digunakan untuk serangan fajar dalam masa kampanye.

“Meski tanpa perjanjian hutang piutang saya yakin pak Tamzil akan mengembalikan uang saya bila menang atau menjadi Bupati nanti, meskipun sebagai pengusaha saya masih tetap disuruh melalui mekanisme lelang untuk memperoleh proyek di Kudus,” katanya.

Sementara dalam persidangan, Haryanto memang menjelaskan terkait pendanaan kampanye. Ia bahkan mengakui mengeluarkan uang hingga Rp 8 miliar lebih yang digunakan untuk membiayai Tamzil supaya terpilih menjadi Bupati Kudus. Meski begitu ia mengaku tidak mengharap apapun terkait pemberian sontekan dana tersebut.

Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sulistiyono, didampingi hakim anggota Robert Pasaribu dan Agus. Di awal siding, Jaksa Penuntut Umum (JPU) langsung mencecar sejumlah pertanyaan kepada saksi Haryanto, sesuai yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Haryanto mengakui pihaknya menjadi Panglima Tim Pemenangan pasangan HM Tamzil- Hartopo dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Kudus 2018. Bahkan dirinya ikut menyokong pendanaan.

“Kami keluar dana sekitar Rp 8,7 miliar untuk pemenangan Tamzil,” ujar Haryanto.

Haryanto menyatakan tidak mengharap apapun terkait pemberian dana tersebut. “Apakah dana itu untuk serangan fajar,” tanya JPU. Haryanto mengelak kalau uang untuk serangan fajar. “Bukan serangan fajar, tetapi uang kami bagikan untuk pengganti uang kerja bagi mereka yang datang ke tempat pencoblosan,” terangnya.

Terkait pemberian uang dari Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kudus, Heru Subiyantoko setelah Tamzil menjadi Bupati Kudus, Haryanto mengiyakan.

“Hanya jumlahnya bukan Rp 850 juta, melainkan Rp 750 juta. Uang tersebut diterima untuk pelunasan hutang biaya penyediaan sarung oleh salah satu karyawannya saat masa kampanye Tamzil- Hartopo di Pilkada 2018 lalu.

Terkait sejumlah pertanyaan yang disampaikan JPU dan Penasehat Hukum HM Tamzil, Ketua Majelis Hakim Sulistiyono meminta agar pertanyaan dan keterangan tidak melebar dan keluar dari fokus persoalan.

Sebab kasus yang didakwakan kepada terdakwa terkait gratifikasi dan jual beli jabatan, bukan soal dana kampanye dan hutang.

“Apakah saudara Haryanto tahu soal adanya jual beli jabatan yang dilakukan terdakwa,” tanya Ketua Majelis Hakim. Haryanto menandaskan, “Saya tidak tahu soal jual beli jabatan,”. Sidang pun langsung ditutup oleh Ketua Majelis Hakim Sulistiyono. (YM/YM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :

No More Posts Available.

No more pages to load.