Semarang – Sekitar 54 warga Sedulur Sikep di 10 desa mulai dari Desa Brati, Karangawen, Tambakromo, Mojomulyo, Larangan hingga Maitan Kabupaten Pati mendatangi Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP pada Kamis (17/8) sore. Kedatangan mereka kali ini untuk meminta Ganjar mendukung perjuangan mereka yang menggugat SK Bupati tentang izin penambangan pabrik semen ke Pengadilan Tata Usana Negara (PTUN) Semarang.
Saat beraudiensi dengan Ganjar di Ruang Rapat Gedung A Kantor Gubernur Jawa Tengah beberapa warga mengemukakan alasannya menolak pembangunan pabrik semen di desa mereka. Salah satunya, mereka takut penambangan semen menyebabkan Pegunungan Kendeng rawan longsor. Selain itu ada yang berpendapat, peraturan Pemerintah Kabupaten Pati sudah dikondisikan untuk memuluskan pendirian pabrik semen.
“Perda RTRW Kabupaten Pati tahun 2007 menyebut tiga kecamatan masuk dalam zona pertanian dan pariwisata, namun di tahun 2010 dialihkan masuk zona industri dan pertambangan,” kata Gun Retno salah satu sesepuh Sedulur Sikep.
Adanya peraturan yang sudah dikondisikan, imbuhnya, dikhawatirkan akan membuat gugatan warga ditolak oleh PTUN. Sebab, SK perizinan penambangan pabrik semen yang dikeluarkan oleh Bupati Pati tidak ada yang melanggar peraturan. Oleh karenanya, Gun retno meminta agar dalam persidangan nanti Hakim PTUN dapat melakukan sidak lapangan untuk menemukan data dan bukti yang valid.
“Kalau hanya menghadirkan saksi ahli dan saksi kunci tidak cukup karena data dan bukti ada di lapangan. Jadi saya minta Pak Gubernur bisa meyakinkan hakim untuk mau sidak kelapangan,” ujar Gun Retno.
Di samping mengadukan adanya indikasi peraturan yang sudah dikondisikan, warga juga meminta penjelasan menyusutnya kawasan Karst Sukolilo dari 11.000 hektare menjadi 6.000 hektare.
“Saya mau tanya kenapa Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Sukolilo yang dulunya 11.000 hektare bisa jadi 6.000 hektare? Padahal gunungnya masih tetap, batu kapur, sumber mata air, gua dan sebagainya masih tetap,” tanya Anik, warga Desa Brati Kecamatan Kayen Kabupaten Pati.
Menanggapi aduan masyarakat Pati yang menggugat SK Bupati tentang perizinan penambangan pabrik semen ke PTUN, Ganjar meminta warga untuk terus mengawal gugatan tersebut. Dirinya pun menyambut baik ide dari warga yang meminta hakim melakukan sidak lapangan guna mengetahui kondisi riil lokasi yang rencananya dibangun pabrik semen. Sebab dengan begitu, akan dapat diketahui ada/ tidaknya peraturan yang sudah dikondisikan.
“Itu ide bagus mas. Kalau itu memang dirasa perlu, minta ke pengacara agar hakim melakukan sidak lapangan. Pengacara yang panjenenganpilih itu hebat, saya kenal orangnya,” kata Ganjar.
Ganjar juga menyampaikan kepada warga, dirinya saat ini belum menandatangani rekomendasi perizinan penambangan pabrik semen. Sebab, masih menunggu hasil putusan PTUN. Namun dirinya menegaskan tidak memihak salah satu kubu.
“Kalian bisa tanya staf saya, rekomendasinya belum saya tandatangani. Mau digugat silahkan. Saya hanya memposisikan diri di tengah-tengah,” ujarnya.
Untuk mengetahui kondisi Pegunungan Kendeng dan lokasi pembangunan pabrik semen, Ganjar mengaku sudah merencanakan untuk melakukan kunjungan kesana. Namun dirinya enggan mengatakan kepastian waktu kunjungannya.
“Saya lagi mencari hari mas. Saya ingin lihat kesana, tapi gak usah bilang-bilang tahu-tahu langsung kesana biar tidak ada setting-settingan,” tuturnya.
Sementara itu, terkait luasan kawasan karst Sukolilo yang dianggap menyusut oleh warga, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah Ir Teguh Dwi Puryono menjelaskan ada perbedaan peraturan dari peraturan lama yang dijabarkan dalam Pergub No 128 tahun 2008 dengan peraturan lama yang dasarnya dari Permen ESDM No 17 tahun 2012 tentang penetapan KBAK. Dalam Pergub No 128 tahun 2008 Karst dibagi menjadi tiga kelas, yakni kelas satu, kelas dua, dan kelas tiga. Sedangkan Permen ESDM no 17 tahun 2012 penetapan KBAK hanya pada Karst pelindung atau geologi. Sehingga, adanya peraturan baru tersebut tidak membuat kawasan Karst menyusut namun justru melebar.
“Peraturan yang baru ada UU 26 tahun 2007 dan PP 26 tahun 2008 tentang tata ruang. Dalam peraturan tidak ada karst kelas satu, dua, dan tiga. Adanya karst pelindung, karst geologi yang ada di karst kelas satu. Artinya jika dibandingkan pergub 128 dengan peraturan KBAK baru malah melebar bukan menyusut,” terang Teguh. (HJ)