Kudus, isknews.com – Harapan seorang kakek berusia 79 tahun, warga Desa Barongan RT 03/ RW 02 memiliki rumah layak huni akhirnya terpenuhi. Mbah Kusrin, demikian sapaan sehari harinya, sebelumnya menempati “gubug” terbuat dari anyaman bambu berukuran 2×2 meter.

Ditemui ditempat tinggalnya yang dibangun dari uang saweran beberapa kepala desa, Mbah Kusrin tampak sumringah. Dibalik keriput tuanya, sambil duduk dilantai semen yang dilapisi karpet plastik Mbah Kusrin tak hentinya mengucap Syukur kepada Allah SWT siapapun yang membantu membuatkan rumah untuk tempat tinggalnya.

“Kulo mboten saget mbales sinten-sinten ingkang mbatu mbangunke griyo kulo (saya tidak bisa membalas siapapun yang membantu membangun rumahnya),” katanya dengan mata berkaca.
Dalam kesempatan itu, Mbah Kusrin yang sudah puluhan tahun bercita-cita memiliki rumah yang layak untuk ditempati hanya bisa berangan-angan. Pasalnya, lelaki yang sudah ditinggal istrinya ini sudah belasan tahun hidup seorang diri di gubugnya yang repot.
Catatan yang dihimpun isknews.com selama proses pembangunan, tidak seperserpun dana dari pemerintah kabupaten, provinsi ataupun pusat. Padahal gubug Mbah Kusrin hanya berjarak sekitar satu kilometer dari Pendopo Kabupaten Kudus yang merupakan pusat pemerintahan.
Ratusan milyar bahkan trilyunan rupiah yang setiap tahun dikelola pemerintah kabupaten Kudus, tidak serupiahpun menetes untuk membangun rumah Mbah Kusrin yang hanya menghabiskan dana belasan juta rupiah.
“Negara tidak hadir untuk orang miskin seperti Mbah Kusrin. Kalau saya jadi pejabat atau pemegang kebijakan pemerintah, saya akan sangat malu jika hal seperti ini terjadi,” terang Ketua LSM LP-KPK Komisariat Cabang Kudus, Nur Ahmad.
Jika selama ini banyak bangunan atau kegiatan yang dibiayai dari uang rakyat diantaranya APBD Kabupaten, APBD Provinsi, APBN dan DBHCHT dengan besaran anggaran sangat fantastis dan akhirnya mangkrak, tetapi untuk membantu masyarakat miskin “nihil”.
“Sila ke lima dari Pancasila adalah Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Tapi untuk implementasinya tidak semudah itu, salah satu bukti sulitnya mengimplementasikannya seperti terlihat dalam kasus Mbah Kusrin,” tegasnya.
Walau sudah memiliki rumah layak huni, namun anggaran yang tersedia belum cukup untuk membangun kamar mandi dan tempat buang air besar. Selama sarana MCK belum terpenuhi, Mbah Kusrin masih bisa menumpang di tempat tetangganya. Termasuk untuk kebutuhan makan dan minum masih dibantu para tetangganya.
Sebelum meninggalkan ‘istana’ baru Mbah Kusrin yang dibangun tanpa bantuan sepeserpun dari Pemkab Kudus, kakek yang mengaku sudah biasa hidup menderita di negara yang dibilang “gemah ripah loh jinawi tata tentrem kertaraharja’ ini, merasa sangat bersyukur dan mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang tidak dikenal satu persatu atas upaya menjadikan rumahnya menjadi layak huni.
“Tulung disampeke dateng sinten kemawon ingkang sampun mbantu ndadosaken griyo kulo saget kados ngaten, termasuk dateng wartawan ( tolong disampaikan kepada siapapun yang sudah membantu menjadikan rumahnya bisa menjadi seperti ini, termasuk kepada wartawan),” katanya mengakhiri percakapan. (jos)