Kudus, isknews.com – Memasuki musim penghujan, kewaspadaan terhadap potensi banjir di Kabupaten Kudus semakin ditingkatkan. Ancaman banjir dan tanah longsor mengintai sejumlah wilayah, terutama kawasan dengan curah hujan tinggi.
Kabupaten Kudus yang memiliki topografi beragam, mulai dari dataran rendah seperti Kecamatan Undaan, Kaliwungu, dan Mejobo, hingga dataran tinggi di Kecamatan Bae, Gebog dan Dawe, membutuhkan kesiapsiagaan ekstra dari berbagai pihak.
Desa Setrokalangan, Kecamatan Kaliwungu, menjadi salah satu desa yang rutin menghadapi banjir setiap musim penghujan. Berdasarkan data tahun 2022 dan 2023, desa ini terendam banjir hingga lebih dari 1 meter akibat intensitas hujan tinggi dan meluapnya Sungai Wulan. Oleh karena itu, mitigasi bencana menjadi langkah penting untuk meminimalisir dampak banjir.
Sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat, Tim Pengabdian Masyarakat Universitas Muria Kudus (UMK) yang diketuai oleh Dr. Sugeng Slamet, M.T, bersama anggota Budi Cahyo Wibowo, M.T dan Fajar Nugraha, M.Kom, melakukan studi lapangan di Desa Setrokalangan. Tim ini mengembangkan teknologi Early Warning System (EWS) yang dapat memberikan informasi dini terkait kenaikan volume air sungai melalui notifikasi Telegram ke ponsel android warga.
Alat ini bekerja dengan mendeteksi ketinggian permukaan air sungai menggunakan sensor ultrasonik. Data hasil deteksi kemudian dikirimkan secara real-time ke aplikasi Telegram yang telah terpasang di ponsel warga. Peringatan ini dikategorikan dalam tiga tingkatan, yaitu Siaga 1 (di atas 290 cm), Siaga 2 (250 cm – 289 cm), dan Siaga 3 (200 cm – 249 cm). Dengan sistem ini, warga dapat lebih siap menghadapi potensi banjir dan segera mengambil langkah antisipasi.
“Melalui EWS ini, kami berharap dapat membantu masyarakat dalam mengurangi risiko banjir, baik terhadap keselamatan jiwa maupun harta benda,” ujar Dr. Sugeng Slamet. Ia menambahkan bahwa inisiatif ini merupakan wujud nyata dari peran perguruan tinggi dalam memberikan solusi bagi permasalahan masyarakat.
Program ini sejalan dengan upaya mitigasi jangka panjang yang mencakup perencanaan tata ruang dan wilayah yang lebih baik. Dengan adanya sistem ini, diharapkan Kudus dapat mengurangi risiko overkapasitas air di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau.
Perangkat EWS yang dikembangkan UMK ini diharapkan menjadi model yang dapat diterapkan di wilayah rawan banjir lainnya, sehingga dampak negatif banjir terhadap infrastruktur dan kehidupan masyarakat dapat ditekan semaksimal mungkin. (AS/YM)