SEMARANG – Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, kepercayaan dan keyakinan. Meski begitu, perbedaan tersebut tidak menjadi penghalang untuk menjalin persaudaraan.
“Walaupun kita mungkin punya latar belakang berbeda suku dan agama, tetapi perbedaan itu ternyata tidak harus menjadi penghalang bagi kita semua untuk menjalin kebersamaan. Bahkan lebih dari itu menjalin persaudaraan,” kata Wakil Gubernur Jawa Tengah Drs H Heru Sudjatmoko MSi saat menghadiri Silaturrahim Antar Tokoh Masyarakat yang digelar oleh Forum Persaudaraan Bangsa Indonesia (FPBI) Jawa Tengah di Restoran D’Cost, Semarang, Rabu (8/7) sore.
Turut hadir dalam Acara yang mengambil tema ‘Meningkatkan Wawasan Kebangsaan dan Menciptakan Iklim Sejuk dan Kondusif di Jawa Tengah’, Kepala Kesbangpolinmas Jawa Tengah Drs Ahmad Rofii, Ketua FPBI Jawa Tengah Mardiono Basri dan anggota MUI Jawa Tengah Abu Hafsi.
Heru mengungkapkan pedoman hidup bertoleransi tercantum di dalam filosofi dan ideologi negara, yaitu Pancasila yang juga dijamin oleh konstitusi UUD 1945. Karenanya, masyarakat diminta untuk mengamalkan Pancasila terutama sila pertama ke dalam kehidupan nyata. Sebab, jika tidak,akan menjadi sebuah kerawanan nasional.
“Sekarang jumlah penduduk semakin besar, kalau tidak dipelihara semangat kebangsaan tentu akan menjadi kerawanan yang luar biasa,” ujarnya.
Heru pun meminta tokoh-tokoh masyarakat dapat membantu pemerintah untuk menyebarluaskan semangat kebangsaan kepada seluruh kalangan masyarakat. Mulai dari orang tua hingga generasi muda.
Ditambahkan, dengan mengamalkan tiga pedoman berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika akan memperkuat keberadaan NKRI di dunia internasional.
“Tiga itu (Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika) akan memperkuat keberadaan NKRI, termasuk kebersamaan, kerukunan, kedamaian di Jawa Tengah,” tutur Heru.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama anggota MUI Jawa Tengah Abu Hafsi mengatakan semangat kebangsaan tidak akan terwujud jika masyarakat tidak mengetahui definisi sebenarnya dari kata bangsa. Menurutnya dari kutipan pidato Bung Karno, yang mengikat rakyat Indonesia sebagai bangsa adalah rasa senasib dan sepenanggungan.
“Rasa senasib sepenanggungan untuk merdeka, memberikan sebuah negara yang merdeka itulah yang menjadi ikatan kita semua sebagai bangsa,” katanya.
Hafsi juga mengatakan agar rasa kebangsaan tetap kuat dan tidak rentan terhadap perpecahan perlu menjadikan ideologi Pancasila menjadi civil religion atau public etic bagi bangsa Indonesia.
“Kita harus menjadikan Pancasila civil religion atau public etic. Artinya Pancasila ini harus mempunyai kekuatan mengikat bagi seluruh penduduk Indonesia dengan berbagai latar belakang etnis dan rasnya,” pungkasnya.