Kudus, isknews.com – Meski zaman terus berganti, kepercayaan terhadap mitos perjodohan di Sendang Jodo tetap terjaga di tengah masyarakat Dukuh Jambean, Desa Purworejo, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus.
Tradisi itu tercermin dalam gelaran kupatan yang berlangsung meriah pada Senin (7/4), satu minggu setelah Idulfitri 2025.
Kupatan di Sendang Jodo telah menjadi warisan turun-temurun yang masih dijaga eksistensinya. Ribuan warga dari berbagai daerah datang mengikuti prosesi kirab dan doa bersama, berharap mendapatkan berkah dari air sendang yang diyakini mampu mempermudah jodoh dan memperlancar rezeki.
Prosesi kirab dimulai dari Masjid Al-Hikmah Jambean dengan mengarak gunungan ketupat dan lepet. Setelah itu, warga dan para sesepuh desa berjalan bersama menuju Sendang Jodo untuk melangsungkan doa bersama di petilasan yang dipercaya sebagai tempat mandi bidadari.
“Sejak kecil saya sudah lihat tradisi ini. Banyak yang datang ke sendang untuk cuci muka atau mandi, berharap dapat jodoh,” ungkap Purwati (49), warga asli Jambean.
Menurutnya, tradisi ini bukan sekadar budaya, tetapi juga mengandung nilai spiritual yang diyakini masyarakat.
“Banyak juga yang sudah membuktikan, datang ke sini, lalu beberapa waktu kemudian menikah,” tambahnya.
Hal senada diungkapkan Barno (64). Ia mengaku rutin datang setiap Kamis malam Jumat untuk ngalap berkah di Sendang Jodo.
“Bukan hanya warga sini, dari luar daerah pun banyak yang datang untuk memohon jodoh,” tuturnya.
Mitos tentang sendang ini berasal dari kisah bidadari yang konon turun dari kayangan dan mandi di sendang tersebut. Kepala Desa Purworejo, Noor Chamid, menyebut tokoh yang melegenda adalah Den Ayu Sunti dan Den Ayu Tarwiyah.
“Menurut cerita, Den Ayu Sunti mengucapkan siapa pun yang membasuh muka atau mandi di sendang ini akan dimudahkan jodohnya. Yang sudah menikah, bisa awet muda dan dilancarkan rezekinya,” kata Chamid.
Hingga kini, kepercayaan itu terus tumbuh dan tak lekang oleh zaman. Tradisi kupatan ini pun menjadi momentum untuk merawat hubungan sosial, spiritual, dan budaya antarwarga.
Camat Bae, Amin Rahmat, turut mengapresiasi tradisi tersebut. Menurutnya, Sendang Jodo menyimpan potensi budaya dan pariwisata yang kuat jika dikemas secara konsisten dan menarik.
“Tradisi ini bukan hanya budaya, tapi juga bisa jadi magnet wisata lokal yang unik. Ada unsur mistik, seni kirab, dan nilai kebersamaan masyarakat,” ujarnya.
Selain kirab dan doa bersama, warga juga menyuguhkan pertunjukan teatrikal tentang kisah bidadari, menambah nilai artistik dalam pelestarian mitos lokal ini.
Sendang Jodo kini tidak hanya menjadi simbol kepercayaan, tetapi juga penanda bahwa budaya dan mitos bisa hidup berdampingan dengan perkembangan zaman. Masyarakat Jambean pun berharap tradisi ini tetap lestari dan makin dikenal luas.(YM/YM)