Kudus, ISKNEWS.COM – Desa yang terletak di selatan Kabupaten Kudus ini memiliki pesona keindahan alam yang luar biasa. Hamparan sawah hijau dan pegunungan karet Kendeng yang membentang luas dari timur ke barat, menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Desa Wonosoco.
Tak hanya pesona alam yang memikat hati. Budaya masyarakat Wonosoco yang masih kental, juga menjadi alasan wisatawan datang berlibur ke Desa ini. Sendang Dewot merupakan salah satu objek wisata populer di Wonosoco.
Menurut cerita keberadaan sendang ini tidak dapat dipisahkan dari kisah asal usul Desa Wonosoco. Kepala Desa Wonosoco, Setiyo Budi, menceritakan kisah terbentuknya Desa ini tidak dapat dipisahkan dari aksi perlawanan rakyat Indonesia terhadap penjajahan Belanda.
“Kala itu, Kerajaan Mataram melakukan perlawanan terhadap Belanda yang terjadi di sekitar Gunung Kendeng. Perang tersebut dipimpin oleh Pangeran Kejoran dan panglima perangnya Pakis Aji,” papar Setiyo Budi pada Kamis (05-07-2018).
Lanjutnya, dalam peperangan itu, pasukan Pangeran Kejoran mengalami kekalahan dan terpukul mundur menjauhi daerah tersebut. Larilah, mereka ke sisi lain dari Gunung Kendeng yang kini bernama Desa Wonosoco.
“Mulanya mereka hanya sekedar bersinggah. Akan tetapi karena daerah tersebut dirasa cukup aman. Sehingga Pangeran Kejoran dan prajuritnya memutuskan untuk tinggal lebih lama di sana,” ungkapnya.
Di barat Sendang Dewot, Pangeran Kejoran dan para prajuritnya melakukan tapa brata, meminta petunjuk kepada Yang Maha Kuasa agar diberi kemenangan dalam peperangan melawan Belanda.
“Dalam tapa brata itu, Pangeran Kejoran ditemui penunggu atau bahurekso di daerah tersebut. Dirinya memperoleh wangsit, bahwa di daerah tersebut ada sebuah sumber mata air untuk sumber kehidupan. Dan nantinya, daerah tersebut bisa dijadikan sebuah Desa, asalkan warganya mau merawat sumber mata air tersebut,” jelas Kepala Desa Wonosoco tersebut.
Setelah mendapatkan wangsit tersebut, pasukan Pangeran Kejoran melakukan peperangan melawan Belanda. Dan mereka berhasil memenangkan peperangan itu.
“Berhasil memenangkan peperangan, Pangeran Kejoran tidak melupakan wangsit dari bahurekso di daerah itu untuk merawat sumber mata air yang ada di sana,” terangnya.
Sebelum kembali ke Kerajaan Mataram, Pangeran Kejoran menyuruh pasukannya untuk menebang semak belukar yang ada di daerah tersebut untuk membangun sebuah Desa. Setiyo menjelaskan, pada proses penebangan semak belukar itu, pasukan Pangeran Kejoran mengalami kesulitan menebang sebuah pohon besar.
“Berkali-kali di coba, namun tetap saja tidak berhasil merobohkannya. Hingga Pangeran Kejoran harus turun tangan memangkas pohon itu. Ketika ia berusaha menebang pohon itu, tak sengaja mata cincin atau batu akik pada cincinnya terjatuh,” ceritanya.
Mengetahui hal tersebut, Pangeran Kejoran memerintahkan pasukannya untuk mencari batu cincinnya di sekitar. Salah satunya dengan membakar kawasan sekitar pohon besar itu. Berbagai cara yang dilakukan tidak juga membuahkan hasil. Akhirnya dengan berat hati, Pangeran kejoran harus mengikhlaskan mata cincin tersebut.
“Dari kisah itu, masyarakat setempat memberi nama Desa ini Wonosoco. Dimana Wono berarti hutan dan Soco bermakna mata. Mata yang dimaksudkan adalah mata cincin atau batu akik Pangeran Kejoran yang hilang di kawasan ini,” tegasnya. (NNC/WH).