Bupati Sam’ani Intakoris: Kebijakan Pakaian Adat Kudus untuk Mengangkat Budaya dan UMKM Lokal

oleh -1,190 kali dibaca
oleh
Foto bersama ibu - ibu yang mengenakan pakaian adat khas kudus.(Foto: Dok. Istimewa)

Kudus, isknews.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kudus terus mendorong pelestarian budaya lokal dengan menetapkan kebijakan penggunaan pakaian khas Kudus bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pegawai di lingkungan pemerintahan. Bupati Kudus, Sam’ani Intakoris, menegaskan bahwa mulai sekarang, setiap hari Kamis para pegawai diimbau mengenakan pakaian Kudusan, sementara pakaian adat lengkap akan dikenakan setiap tanggal 23 setiap bulannya.

“Kita ingin budaya Kudus ini tetap hidup dan menjadi kebanggaan bersama. Oleh karena itu, setiap hari Kamis, ASN dan pegawai di lingkungan Pemkab Kudus akan mengenakan pakaian Kudusan, yaitu sarung batik Kudusan, baju bordir Kudus, dan iket Kudusan. Sedangkan untuk pakaian adat Kudus secara lengkap akan dikenakan setiap tanggal 23,” ujar Sam’ani yang saat ini masih menjadi peserta Retreat Kepala Daerah di Magelang (26/02/2025).

Wabup Bellinda Putri Sabrina Birton dan Indah Sam’ani mengenakan busana Kudusan.(Foto: istimewa/Kominfo)

Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya bertujuan untuk melestarikan budaya, tetapi juga sebagai bentuk dukungan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal yang memproduksi kain batik, bordir, serta aksesori khas Kudus.

“Kita ingin budaya ini bukan hanya sebatas tradisi, tetapi juga bisa menggerakkan ekonomi masyarakat. Ketika permintaan meningkat, UMKM lokal bisa lebih berkembang,” tambahnya.

Dalam penerapannya, Pemkab Kudus memberikan fleksibilitas bagi pegawai yang belum memiliki kelengkapan pakaian Kudusan secara penuh. Sam’ani menekankan bahwa yang terpenting adalah semangat dan jiwa pelestarian budaya.

“Kalau belum punya kelengkapan pakaian Kudusan, bisa menyesuaikan. Yang penting ada unsur budaya Kudus yang dikenakan. Kalau belum punya iket, bisa pakai peci atau jilbab. Kalau bajunya belum bordir Kudus, bisa pakai yang senada dulu,” jelasnya.

Ia juga menegaskan bahwa pakaian adat Kudus tidak harus berbahan beludru, tetapi bisa disesuaikan dengan kenyamanan dan kebutuhan.

“Yang terpenting adalah semangatnya. Kalau soal sarung batik Kudusan, saya yakin hampir semua pegawai sudah punya. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak mengenakannya,” ungkapnya.

Sam’ani berharap kebijakan ini dapat diterapkan secara luas dan menjadi kebiasaan di berbagai sektor, tidak hanya di lingkungan pemerintahan, tetapi juga di masyarakat umum.

“Kalau setiap Kamis kita pakai pakaian Kudusan dan setiap tanggal 23 mengenakan pakaian adat lengkap, ini bisa menjadi kebiasaan yang membentuk identitas budaya kita,” katanya.

Dengan langkah ini, Pemkab Kudus optimistis bahwa budaya Kudus akan semakin dikenal, dihargai, dan terus dilestarikan oleh generasi mendatang. (YM/YM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :
oleh