Kudus, isknews.com – Guna memberikan jaminan keamanan masyarakat untuk mengkonsumsi daging, Dinas Pertanian dan Pangan Pemkab Kudus melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sentra penjualan daging di pinggir jalan raya Kudus-Gebog turut Desa Gondosari kecamatan Gebog. Kawasan ini dikenal sebagai tempat pedagang besar menggelar dagangan dan datangnya daging dari luar kota.
Sidak ini dipimpin langsung oleh Kepala Dinas Pertanian dan Pangan
Catur Sulistiyanto pada dini hari sekira pukul 02.15 wib dengan di dampingi Kabid Peternakan Indriatmoko, Kasie Produksi dan Keswan Sidi Pramono, Kepala RPH dan UPT Puskeswan Sudibyo, Veteriner Bidang Peternakan drh Anton Cahyono serta Zaenuri staf bidang Peternakan, Kamis (30/05/2019).
Catur mengatakan, sidak ini merupakan perintah Bupati untuk memeriksa kualitas dan ketersediaan daging jelang lebaran.
“Ini sebagai bentuk pelayanan kita pada masyarakat sehingga masyarakat tenang dalam menjalankan ibadah puasa dan merayakan Idul Fitri ,” kata Catur Sulistiyanto.
Selain memeriksa kondisi daging, tim juga memeriksa dokumen kelengkapan daging dari luar kota.
Pemeriksaan juga dilakukan pada daging kerbau import dari India terkait kondisi dan kualitas untuk dikonsumsi masyarakat.
Sedangkan, pada daging sapi lokal yang disembelih sendiri oleh peternak sekaligus pedagang daging cukup dilakukan pada proses penyembelihan dan kualitasnya.
Berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya, satu minggu jelang lebaran kebutuhan daging sapi di Kudus cenderung meningkat.
Saat ditanya oleh Catur soal kisaran harga daging, “Harga daging sapi kiriman dari luar kota itu untuk daging sapi super harganya perkilo 100 ribu. Kalau biasa 85-90 ribu, hati sapi 75 ribu ,” ujar pedagang daging sapi.
“ Daging super itu paha, kalau biasa itu dari iga dan sekitarnya ,” imbuhnya.
Pemeriksaan kemudian berpindah ke penjual daging kerbau import dari India dan ke penjual daging sapi yang berasal dari pemotongan sendiri.
“ Alhamdulilah semuanya kondisi baik. Tadi ada daging sedikit basah tetapi masih dalam batas toleransi kadar airnya, yaitu 70-80 sesuai alat ukur ,” tuturnya.
Sidak ini juga sekaligus sebagai antisipasi terhadap masuknya daging oplosan dari luar kota.
Untuk mengetahui perbedaan daging celeng (biasanya dioplos dengan daging sapi) bisa dilihat dari warna dagingnya agak gelap dan berbau khas atau berbeda dengan bau daging sapi.
Oleh karena itu, apabila pedagang atau masyarakat mengetahui hal tersebut diminta agar melaporkan temuan daging oplosan tersebut untuk segera ditindaklanjuti.
Sementara itu, sebelumnya Kepala Seksi Peternakan Sidi Pramono usai gelar festival pertanian kepada awak media mengungkapkan di pasaran memang ditemukan daging dengan kandungan air hingga 70 persen dari Kabupaten Boyolali atau paling tinggi di pasaran.
Angka tersebut, kata dia, memang masih dalam batas ideal, namun dibandingkan dengan daerah lain yang juga memasok daging sapi untuk Kabupaten Kudus rata-rata kandungan airnya berkisar 50-an persen.
Berdasarkan penuturan para pedagang makanan, kata dia, daging sapi dengan kandungan air hingga 70 persen tidak bisa digunakan sebagai bahan baku untuk membuat bakso.
Untuk memastikan apakah daging sapi yang dijual di Kudus layak konsumsi atau tidak, dilakukan pengecekan mulai dari kelengkapan surat-surat dari rumah pemotongan hewan (RPH) setempat serta mengecek kualitas serta tingkat potentia Hydrogenii (pH) daging dengan alat khusus.
Menurut dia kewaspadaan konsumen dalam membeli, turut menekan peredaran daging sapi gelonggongan karena ketika konsumen tidak mau membeli daging yang tidak berkualitas, tentunya pedagang juga tidak akan memesan daging sapi gelonggongan.
“Tidak sulit membedakan daging sapi gelonggongan dengan daging sapi segar karena dari sisi penampilan bisa dilihat bahwa daging sapi gelonggongan tampak berair dan berwarna pucat,” ujarnya.
Kebutuhan daging sapi maupun kerbau di Kudus, sebagian berasal dari luar daerah, seperti dari Kabupaten Pati, Jepara, Demak serta Boyolali. (YM/YM)