Folktarium Muria: 15 Karya Seniman Tapangeli Dipamerkan di Kampung Budaya Piji Wetan

oleh -1,121 kali dibaca
Sejumlah pengunjung menikmati karya seni dalam Pameran Residensi Tapangeli: Muria, Santri, Kretek yang digelar di Folktarium Muria, Kampung Budaya Piji Wetan, Kudus. (Aris Sofiyanto/ISKNEWS.COM)

Kudus, isknews.com – Sebanyak 15 karya seni hasil program residensi bertajuk Tapangeli: Muria, Santri, Kretek dipamerkan secara terbuka di Kampung Budaya Piji Wetan, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus. Pameran tersebut menjadi penanda lahirnya ruang budaya baru bernama Folktarium Muria, museum terbuka yang menjadi wadah eksplorasi dan pelestarian cerita rakyat lereng Muria.

Pameran dibuka mulai Senin (21/4) hingga Sabtu (26/4), menghadirkan hasil karya dari para seniman asal Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang telah menjalani masa residensi selama dua bulan. Mereka tinggal, berinteraksi, dan menyelami kehidupan warga Piji Wetan sebagai bagian dari proses kreatif.

Koordinator Kampung Budaya Piji Wetan, Muchamad Zaini atau akrab disapa Jessy Segitiga menjelaskan bahwa pameran residensi ini merupakan yang pertama di Kabupaten Kudus. Ia menyebut, karya-karya tersebut tidak hanya berupa seni rupa, melainkan juga instalasi, arsip budaya, hingga penanda situs yang tersebar di 15 titik desa.

“Pameran ini tak sekadar memamerkan karya, tetapi menghidupkan kembali narasi folklore Muria melalui sudut pandang dan pendekatan masing-masing seniman,” ujar Jessy, Minggu (20/4).

Karya-karya tersebut merupakan visualisasi dari tema besar Muria, Santri, dan Kretek—tiga unsur yang menjadi denyut nadi kehidupan masyarakat Kudus. Lewat pameran ini, masyarakat diajak menyelami sejarah, mitos, dongeng, dan legenda yang hidup di tengah masyarakat lereng Muria.

“Setiap sudut desa akan bercerita. Semua divisualisasikan dalam bentuk karya maupun pertunjukan di Folktarium Muria ini,” paparnya.

Tak hanya menampilkan karya, para seniman juga membuka ruang diskusi dan pertunjukan seni. Harapannya, masyarakat tak hanya menjadi penonton, tetapi juga turut membangun kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga nilai-nilai lokal yang mulai terpinggirkan.

“Tahun ini menjadi fase penting untuk memetakan dan mendokumentasikan karya. Nantinya bisa dituangkan dalam bentuk buku, pengarsipan digital, hingga kolaborasi lintas sektor,” tambah Jessy.

Dalam jangka panjang, Kampung Budaya Piji Wetan diharapkan bisa menjadi model pembangunan berbasis budaya—memadukan pendidikan, pariwisata, dan ekonomi lokal, tanpa meninggalkan akar spiritualitas dan kearifan lokal yang diwariskan oleh Sunan Muria.

Kurator Pameran Residensi Tapangeli, Karen Hardini menuturkan bahwa kegiatan ini mempertemukan seniman dan kolektif seni dari berbagai daerah. Mereka adalah: A.O.D.H, Budi Kusriyanto, Divasio Putra Suryawan (Dipo), Febri Anugerah, Feri Arifianto, Fitri DK, Medialegal, Jaladara Collectiva, Kolektif Arungkala, Kolektif Matrahita, Kudus Street Art (KSA), Lembana Artgroecosystem, Mellshana, MIVUBI X Marten Bayuaji, dan Umar Farq.

“Mereka telah menyelami Kudus sejak Februari hingga April 2025, lalu menghadirkan karya yang menjadikan Kudus bukan hanya sebagai latar, tetapi sebagai subjek budaya,” terang Karen.

Menurutnya, pendekatan artistik tiap seniman sangat beragam—ada yang menyuguhkan arsip, instalasi, lukisan, seni performa, audio-video, batik, hingga media baru seperti game dan seni lingkungan. Bahkan ada pula dapur performatif, happening art, mural, grafiti, hingga koleksi benda-benda warga yang disulap menjadi instalasi cerita.

“Pameran ini menjadi bagian penting dari Folktarium Muria untuk memperpanjang narasi budaya masyarakat Muria-Kudus sebagai identitas yang patut dijaga dan diwariskan,” pungkas Karen. (AS/YM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :