Kudus, isknews.com – HUT Kabupaten Kudus ke 466, penetapan Sejarah tentang hari jadi Kota Kudus di tetapkan pada tanggal 23 September 1549 M dan diatur dalam Peraturan Daerah (PERDA) No. 11 tahun 1990 tentang hari jadi Kudus yang di terbitkan tanggal 6 Juli 1990 yaitu pada era Bupati Kolonel Soedarsono. Sejarah Kota Kudus tidak terlepas dari Sunan Kudus hal ini di tunjukan oleh Skrip yang terdapat pada Mihrab di Masjid Al-Aqsa Kudus ( Majid Menara), di ketahui bahwa bangunan masjid tersebut didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M.
Mengenai asal usul nama Kudus menurut sastra tutur yang hidup dikalangan masyarakat bahwa dahulu Sunan Kudus pernah pergi naik haji sambil menuntut ilmu di Tanah Arab, kemudian beliau pun mengajar pula di sana. Pada suatu masa, di Tanah Arab konon berjangkit suatu wabah penyakit yang membahayakan, penyakit tersebut menjadi reda berkat jasa Sunan Kudus. Olek karena itu, seorang amir di sana berkenan untuk memberikan suatu hadiah kepada beliau, akan tetapi beliau menolak, hanya sebagai kenang-kenangan beliau meminta sebuah batu. Batu tersebut menurut sang amir berasal dari kota Baitul Makdis atau Jeruzalem (Al Quds), maka sebagai peringatan kepada kota dimana Ja’far Sodiq hidup serta bertempal tinggal, kemudian diberikan nama Kudus.
Tidak hanya itu, Sunan Kudus juga mengajarkan filosofi pada sisi spirit dalam etos berkehidupan sosial, meskipun etos sosial itu dominan dijadikan pedoman oleh warga Kudus Kulon, sebuah sebutan bagi warga masyarakat yang tinggal di seputaran Masjid Menara Kudus. Filosofi itu mengajarkan tiga prinsip hidup bagi masyarakat Kudus yang kemudian dikenal dengan Gus Ji Gang (Bagus, Ngaji, Dagang). Yaitu aktivitas kehidupan yang bertopang pada etika, akhlak, spiritual ‘“ religius dan intelektual, serta dagang sebagai ungkapan dimensi kewirausahaan.
Gusjigang menjadi spirit nilai yang harus dipertahankan masyarakat Kudus
Tiga nilai dasar yang ditinggalkan Sunan Kudus itu pada dasarnya menjadi bekal bagi siapa saja untuk mendorong prinsip hidup: “mencapai sejahtera hidup dengan cara yang benar.‘ Di dalam filosofi Gusjigang, itu terkandung makna, setiap wirausahawan harus cerdas dan berakhlak. Dengan cara itu etika menjadi ruh bagi seluruh aktivitas hidup, utamanya: niaga secara cerdas, sehingga mampu mengikuti perkembangan zaman. Apalagi, muara dari filosofi itu adalah mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Dengan demikian, kualifikasi saudagar di kalangan muslim Kudus, adalah seseorang yang mempunyai akhlak baik dan pengetahuan luas.
Gusjigang juga merupakan strategi untuk menanggulangi kemiskinan, Itulah sebabnya, sangat diyakini, filosofi Gusjigang akan hidup subur di lingkungan social yang sehat, cerdas, dan berkemampuan ekonomi. Sebagai spirit kehidupan personal dan sosial, Gusjigang memberikan keseimbangan kekuatan ekonomi dengan kekuatan moral. (YM dari berbagai Sumber)