Kudus, isknews.com – Seperti diberitakan media ini sebelumnya, Survei KHL (Kebutuhan Hidup Layak) yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan Kudus memperoleh hasil bahwa survai yang dilakukan untuk mengetahui average kebutuhan buruh secara normative memperoleh angka bahwa buruh pada bulan Agustus 2015 dalam survai tersebut KHL buruh adalah Rp. 1.327.000, hal ini artinya bahwa KHL Buruh yang dihitung untuk patokan kebutuhan tahun 2016 lebih rendah dari UMK 2015 yakni Rp. 1.380.000.
Menjawab mengenai hasil survai KHL Buruh tersebut, Slamet Machmudi juru bicara Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kudus, melalui siaran pers elektronik yang dikirimkan ke media ini menjelaskan, “Hal itu patut dipertanyakan rasionalitasnya jika dibandingkan situasi kenaikan harga kebutuhan pokok yang saat ini melemahkan daya beli masyarakat, Konsistensi perwakilan pekerja dalam dewan pengupahan patut dipertanyakan. Keberadaan mereka selalu terlambat dalam mengantisipasi hasil survei yang merugikan buruh. Dari tahun ketahun kejadiannya sama, yakni pada awalnya bersama Apindo dan Disnakertrans melakukan survei pasar namun pada akhirnya menolak hasil survei” jelas Mamik panggilan akrab Slamet Machmudi.
Ditambahkannya bahwa Kesiapan dewan pengupahan yang dipilih mewakili buruh mengikuti survei KHL nyaris tidak ada sama sekali. Sehingga tidak memiliki argumentasi riil mengenai kebutuhan buruh sehari-hari. Ada 60 item/barang dijadikan obyek survei yang diduga tidak memiliki kesamaan jenis dan kualitas dengan yang dibeli buruh. Dapat dipastikan upah buruh mengalami kenaikan pada tiap tahunnya. “Tren kenaikan upah disesuaikan dengan kenaikan harga kebutuhan hidup. Namun, kenaikan upah belum tentu memenuhi syarat kelayakan. Mewujudkan upah layah butuh perjuangan” ujar Mamik.
“Dari angka hasil survei tersebut menunjukkan, peran serikat pekerja menentukan tinggi-rendahnya nilai UMK di daerah. Dengan kata lain, serikat pekerja/buruh yang memiliki legitimasi dari buruh berpengaruh pada tingkat kesejahteraan buruh” tambahnya.
Peran pemerintah diharapkan guna mengantisipasi merosotnya nilai UMK di Kudus pada tahun 2016. “Ironis jika di Kudus nominal UMK yang berlaku untuk buruh lajang semakin tidak mensejahterakan bagi buruh tersebut”. (YM)