Kudus adalah kota kecil di Jawa Tengah yang memiliki semangat GUSJIGANG. Bagus, Ngaji, dan Dagang. Bagus berarti berakhlak mulia, dan bijaksana. Ngaji bukan berarti hanya cerdas mengaji, namun juga cerdas secara intelektual, ahli dalam bidangnya masing-masing. Lalu Dagang, bermakna produktif, inovatif, serta kompetitif.
Implementasi sebagai semangat GUSJIGANG tercermin dalam jiwa masyarakatnya untuk berwirausaha. Salah satunya adalah usaha sangkar burung, yang berpusat di desa Megawon. Kerajinan sangkar burung dikembangkan oleh Mbah Abu Badri di dukuh Wungu desa Megawon sejak sekitar tahun 1960. Sebelumnya, beliau belajar kepada Mbah Bain dari desa Wergu Wetan. Setelah mahir, beliau mencoba mengembangkannya di desa Megawon, tepatnya di dukuh Wungu.
Awalnya, produk tersebut dipasarkan di kota Semarang dan sekitarnya. Tidak disangka, pengembangan ketrampilan tersebut berhasil dan membuat masyarakat setempat semakin giat berinovasi dalam pembuatan sangkar burung ini. Karena itulah, di dukuh Wungu ketrampilan ini lebih hidup dan bahkan ada yang mengira bahwa ketrampilan ini adalah ketrampilan asli desa Megawon. Setelah bertahun-tahun berkembang karena ada pemesan yang meminta, sangkar burung ini dipercantik dengan hiasan ukir khas Jepara.
Ada beberapa corak dalam ukiran sangkar burung ini, sesuai dengan permintaan konsumen. Proses pembuatannya yang memakan waktu karena tingkat ketelitiannya yang tinggi membuat harga satu sangkar burung ukir relatif mahal, sekitar Rp. 1.500.000 – Rp. 2.000.000.
Hingga saat ini, pemasaran produknya tersebar di kota Pati, Solo, Semarang, Surabaya, bahkan hingga ke pulau Sumatra dan Kalimantan.
Sumber : Reportase bersama Bapak Zaenuri (Kaur Pembangunan desa Megawon), Bapak Toha Wartono (Pembuat kerajinan sangkar burung), dan Buku Sejarah Desa Megawon
mei