Kudus, isknews.com – Polemik tentang besaran UMK Kabupaten Kudus terus menjadi perbincangan, setelah Dewan pengupahan Kudus yang merupakan gabungan dari 3 unsur (Tri Partij) Serikat Buruh yang hal ini diwakili oleh SPSI, Perusahaan melalui Apindo, dan Pemerintah (Dinsosnakertrans) Kudus, telah melakukan serangkaian survay Kebutuhan Hidup Layak (KHL) terhadap 60 komponen kebutuhan hidup riil bagi buruh dan 60 merupakan jumlah item yang secara regulatif menjadi obyek survay terkait harga dasar, di berbagai pasar, dan sempat membuat heboh dikalangan dunia perburuhan karena angka hasil survay yang mereka munculkan ternyata lebih rendah dari UMK yang diberlakukan tahun ini, sedangkan angka hasil survay KHL adalah salah satu formula bagi penentuan besaran UMK tahun berikutnya.
Penentuan Upah Minimum Kabupaten (UMK) menjadi siklus tahunan. Jalan cerita dan ending-nya dipastikan sama sebagaimana tahun sebelumnya. Diwarnai perdebatan dan perbedaan usulan antara pihak Apindo dan wakil Serikat Pekerja (SPSI). Karakteristik hitungan nominal UMK bagi Apindo seminimal mungkin, sebaliknya bagi buruh setinggi mungkin. Namun usulan yang berbeda itu tunduk pada keputusan pemerintah (Gubernur Jateng) dengan nominal UMK yang dipastikan tidak akan sama dengan pihak Apindo maupun Serikat Pekerja.
Dalam Pers release yang dikirim melalui surel ke media ini (14/10), Slamet Machmudi juru bicara KSBSI Kudus menyampaiakan “Sesungguhnya UMK hanya safety net (jaring pengaman) bagi buruh lajang yang memiliki masa kerja kurang dari 1 tahun. UMK dibutuhkan agar tidak terjadi kesewenang-wenangan pengusaha atas pekerja. Sebagaimana ketentuan Permenaker no. 7 tahun 2013 tentang Upah Minimum Pasal 15 berbunyi Upah Minimum hanya berlaku bagi buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 tahun” jelas Mamik, begitu dirinya biasa di sapa.
Mamik menambahkan “Ironisnya masih banyak pengusaha yang tega menetapkan upah hanya berdasarkan kenaikan UMK. Tanpa memiliki struktur dan skala upah bagi buruh yang memiliki masa kerja lebih dari 1 tahun. Atas sikap pengusaha yang demikian, maka penentuan UMK menjadi penting bahkan vital untuk diperjuangkan”. tambahnya.
“Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera (KSBSI) Kudus berharap ada kesadaran baru dari kalangan pengusaha untuk lebih menghargai keringat buruh. Penghargaan terhadap produktifitas, masa kerja, kapasitas/skil buruh melalui struktur dan skala upah wajib diterapkan. Usulan SPSI sebesar Rp. 1.725.000,- dan Apindo Rp. 1.515.000,- bahkan Keputusan Pemerintah tentang UMK 2016 tidak akan menjadi upah layak jika UMK masih menjadi upah maksimal di perusahaan”. ujarnya. (YM)