Pati, isknews.com (Lintas Pati) – Bermodal Rp 100 ribu, Durrotin (44) warga Desa Bulumanis Lor, Kecamatan Margoyoso, Pati, mendulang sukses dengan kue Kaoya buatannya. Bahkan, kue buatannya itu tidak hanya merajai sekitaran Kabupaten Pati, tapi juga merambah pasar swalayan di Jawa tengah dan Yogyakarta.
Kue tradisional khas Pati tersebut laris manis di pasaran, karena dalam pembuatannya Durrotin tidak menggunakan bahan kimia dan pengawet. Sehingga selain sehat, cemilan ini juga memiliki rasa yang nikmat, apalagi untuk teman meminum kopi atau teh.
Dengan segala keterbatasan modal dan peralatan pada saat mengawali usaha, tidak membuatnya patah arang. Hingga akhirnya, usahanya memproduksi cemilannya dapat dikenal luas seperti sekarang ini.
“Jatuh bangun dalam menekuni usaha ini sudah sering saya lalui, meski begitu saya tetap lanjut hingga bertahan selama 19 tahun,” beber ibu beranak dua tersebut, Senin (10/4) kemarin.
Awalnya, dia menitipkan kue kaoya buatannya di warung-warung disekitaran rumah tinggalnya. Ternyata respon masyarakat pun bagus, bahkan kue buatannya selalu habis dibeli para pembeli karena rasanya yang nikmat.
Memang, kue yang dibuat dari bahan dasar kacang hijau dan gula ini memiliki rasa yang khas. Apalagi, dalam proses pembuatannya memakai bahan-bahan alami. Meski begitu, kue kaoya ini bias bertahan hingga enam bulan.
“Sama sekali tidak menggunakan bahan kimia, saya membuatnya alami. Kalau disimpan di lemari es, kue ini bisa bertahan paling lama satu tahun,” ungkap wanita ramah itu.
Lanjutnya, untuk bisa bertahan selama itu, Durrotin menggunakan bahan pengawet alami. Yakni, bahan dasar kacang hijau setelah ditumbuk halus, kemudian dijemur menggunakan panas matahari, setelah dijemur baru digunakan sebagai bahan utama kue kaoya.
“Penjemuran kacang hijau hingga kering ini, merupakan media saya mengawetkan kue kaoya secara alami,” jelasnya.
Setelah kering, kacang hijau tadi di open atau disangrai kembali, selanjutnya gula pasir ditumbuk dan dicampurkan dengan tepung kacang hijau. Setelah tercampur rata, masuk ke tahap pencetakan. Tidak sampai disitu, kue kaoya kembali dijemur hingga benar-benar kering.
Selain memenuhi permintaan pasar Jateng dan Yogyakarta, Durrotin juga selalu kebanjiran pesanan ketika menjelang Hari Raya Idul Fitri, hingga lima kali lipat dari hari biasa.
“Kalau Lebaran produksi bisa mencapai 1,5 kwinta kadang lebih, sedang kalau hari biasa sekitar 70 kilogram,” tuturnya.
Saat ini, dia sudah mempekerjakan belasan tenaga kerja dalam memproduksi kue kaoya, kesemuanya merupakan warga sekitar. Adapun untuk memasarkan produknya, dia menggunakan sistem kemitraan, dengan begitu penyebarannya lebih luas.(Wr)