Kudus, isknews.com – Warga Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, menggelar tradisi adat bernama “Guyang Cekatak” pada Jumat (30/8/2024). Tradisi ini diadakan setiap musim kemarau pada hari Jumat Wage, sebagai bentuk doa bersama untuk memohon hujan kepada Allah SWT.
Ketua Dewan Pembina Yayasan Masjid dan Makam Sunan Muria, Mastur, menjelaskan acara diawali dengan selametan di Masjid Sunan Muria, kemudian dilanjutkan dengan kirab cekatak atau pelana kuda menuju Sendang Rejoso.
Guyang Cekatak merupakan cara khas warga Colo untuk memanjatkan doa agar hujan turun.
“Jika dalam ibadah, kita mengenal salat istisqa untuk memohon hujan. Namun, di sini kami melakukannya dengan cara yang berbeda, yaitu melalui doa bersama, ramah-tamah, dan bersedekah, yang semuanya adalah anjuran dalam agama,” tuturnya
Dalam prosesi utama Guyang Cekatak, pelana kuda yang diyakini peninggalan Sunan Muria tersebut dibersihkan sebagai bentuk penghormatan dan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
“Setelah pelana disucikan, kami bersama warga setempat memanjatkan doa, kemudian makan bersama dengan sajian khas seperti daging kambing, ayam, dan kluban,” tambah Mastur.
Kluban yang disajikan dalam acara ini menggunakan daun Kelor, Dadap, dan Menkudu, yang dikenal memiliki berbagai khasiat kesehatan.
Prosesi ditutup dengan simbolisasi permohonan hujan, di mana cendol yang dicampur dengan air dari Sendang Rejoso dipercikkan ke udara.
“Cendol sebanyak dua ember dicampur dengan air dari sendang, lalu dipercikkan ke atas sebagai simbol permohonan hujan,” jelasnya.
Tradisi ini juga menjadi upaya untuk mengenalkan nilai-nilai budaya dan sejarah Sendang Rejoso, yang dahulu digunakan oleh Sunan Muria untuk berwudu dan memandikan kudanya, kepada generasi penerus. (AS/YM)