Tradisi Kue Bulan di Kudus Warnai Doa Syukur Bakal Dibangunnya Kampung Moderasi Beragama

oleh -50 Dilihat
Tokoh Khonghucu Kudus, Goei Tjwan Gie (tengah), bersama para umat serta disaksikan lintas agama dan Kemenag RI dalam Perayaan Kue Bulan di lokasi pembangunan Ikon Kampung Moderasi Beragama, Desa Tanjungkarang, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Senin (6/10/2025). Acara ini menjadi simbol kerukunan dan wujud syukur atas keberagaman yang terjaga di Kota Kretek. (Foto: Aris Sofiyanto/ISKNEWS.COM)

Kudus, isknews.com – Tradisi Kue Bulan atau Zhong Qiu Jie yang sarat makna kembali digelar umat Khonghucu di Kudus. Tahun ini, perayaan tersebut terasa istimewa karena dirangkai dengan doa syukur atas bakal dibangunnya Ikon Kampung Moderasi Beragama di Tanjungkarang, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Senin (6/10/2025).

Berlokasi di area bersejarah yang dahulu merupakan bekas kelenteng pertama di Kudus, umat Khonghucu bersama tokoh lintas agama berkumpul dalam suasana penuh kekhidmatan. Tradisi warisan leluhur itu menjadi ajang pelestarian budaya sekaligus momentum memperkuat semangat kerukunan antarumat beragama.

Tokoh Khonghucu Kudus, Goei Tjwan Gie, menjelaskan bahwa Perayaan Kue Bulan dirayakan setiap tanggal 15 bulan kedelapan dalam penanggalan Imlek. “Pada waktu itu, bulan dipercaya paling sempurna. Tradisi ini merupakan ungkapan syukur kepada Dewa Bumi atau Kongco Tek Cingsin atas hasil pertanian dan perdagangan yang melimpah,” terangnya.

Selain itu, perayaan kali ini juga bertepatan dengan hari lahir Yushang Warren, Dewa Jodoh. Umat yang hadir mendapat simbol cinta kasih berupa stroberi yang dibungkus pita merah, dengan harapan agar yang belum memiliki pasangan segera dipertemukan dengan jodoh terbaik. “Kita berharap semua yang hadir memperoleh kebahagiaan dan berkat,” imbuh Goei.

Ia menuturkan bahwa ini merupakan tahun kedua perayaan Kue Bulan digelar di lokasi tersebut. Tahun pertama dilaksanakan secara sederhana, namun membawa banyak kesan dan pengalaman spiritual. “Banyak yang merasakan mujizat setelah mengikuti acara ini — rezekinya lancar, bahkan yang sakit bisa sembuh. Tahun ini, partisipasi meningkat dan banyak donasi yang datang sukarela,” ungkapnya.

Goei juga mengungkapkan nilai sejarah lokasi perayaan. Di tempat itu masih terdapat umpak (pondasi batu penyangga tiang) peninggalan kelenteng lama. “Tempat ini memiliki nilai spiritual dan historis tinggi. Dahulu, pendirian kelenteng tidak dilakukan sembarangan, selalu melalui ritual khusus,” jelasnya.

Acara turut dihadiri berbagai tokoh lintas agama seperti Agus (tokoh Buddha), Putu Dantra (tokoh Hindu), serta perwakilan dari umat Kristen dan Katolik. Hadir pula Kepala Desa Tanjungkarang, Danramil, Kapolsek Jati, dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kudus.

Kepala Kemenag Kudus, Shony Wardana dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya kegiatan ini yang mencerminkan semangat moderasi beragama di Kabupaten Kudus. “Di Kudus terdapat enam agama resmi yang hidup berdampingan — Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Keberagaman ini harus terus kita rawat agar menjadi kekuatan, bukan sumber perpecahan,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa lokasi tersebut akan dikembangkan menjadi ikon keberagaman di Kudus. Tempat ini bukan untuk ibadah, melainkan sebagai ruang perjumpaan lintas agama. “Siapa pun boleh datang dan merayakan hari besar keagamaan di sini. Ini simbol kerukunan dan persaudaraan antarumat beragama di Kudus,” tandasnya. (AS/YM)

KOMENTAR SEDULUR ISK :