Kudus, isknews.com – Bila kita mendengar nama Sanggar Seni Puring Sari, tetunya kita akan teringat pada karya masterpiecenya TARI KRETEK, ya tari yang sudah menjadi khasanah budaya wajib bagi seniman tari tradisional di Kudus baik yang professional maupun amatiran, tarian ini menjadi semacam pengetahuan wajib bagi mereka, ketika akan menampilkan tarian asli dari kota Kudus ini.
Tari Kretek diciptakan oleh instruktur sekaligus pendiri Sanggar Seni Puring Sari Kudus, Sanggar seni tertua yang ada di kota Kudus ini didirikan oleh Endang Tonny bersama suaminya Supriyadi Santoso pada tahun 1980, dan kini sanggar seni yang selain mengajarkan tari juga memberikan pelatihan modelling, rias dan wardrobe yang dulunya berlokasi di Jalan Bubutan Desa Barongan itu kini sebagian besar kegiatannya telah di pindahkan ke studio barunya yang sekaligus rumah tinggalnya di Jl. Gazebo Raya Blok I Perum Muria Indah, Kudus, dan kini manajemen serta pengelolaan sanggar seninya sudah diteruskan oleh putra pertamanya Aan Driyakara atau mas Adri.
” Tarian ini kami buat melalui eksplor dan riset atas budaya masyarakat Kota Kudus yang mengalami mobilitas sektoral tenaga kerja dari buruh tani yang kemudian beralih menjadi buruh pabrik rokok secara besar-besaran, aktifitas mereka sebagai buruh rokok itulah yang mengilhami kami untuk menuangkan dalam karya tari yang kami namakan TARI KRETEK” ungkap Endang.
“Tari Kretek menceritakan proses pembuatan rokok kretek, yakni mulai dari cara memilih tembakau yang baik untuk dipakai membuat rokok. Setelah menjadi rokok, tugas buruh batil selanjutnya memotong bagian ujung rokok untuk merapikannya, kemudian buruh batil membawa rokok tadi ke mandor yang biasanya diperankan oleh penari pria untuk diperiksa. Ketika memeriksa rokok, sang mandor kadang memasang muka seram atau malah mesam-mesem kepada buruh batil. Tari Kretek ini biasa diiringi dengan gamelan jawa jenis pelog lancaran, ditambah dengan tembang kinanti kota kretek yang diiringi oleh terbang papat, jedor, bonang, saron, slentem, demung, kendang bem, kendang ciblon, dan ketipung.” Jelas Endang.
Ditemui di rumahnya (31/7) Supriyadi Santoso, Suami Endang menjelaskan buah dari hasil karya Cipta Sanggarnya pun terlihat sudah. Antara lain dengan banyaknya masyarakat yang mempelajari tari kretek bahkan menjadi pelajaran tari wajib di sekolah-sekolah di Kudus dan tak sedikit mahasiswa dari berbagai kampus menjadikan tari kretek sebagai bahan risetnya. Tampil dan di pentaskan hingga ke berbagai even seni tari nasional, menjadi pelatih dan konsultan seni pada perusahaan BUMN bahkan Tari Kretek ini menjadi center of point pada film dokumenter “Kudus Kota Kretek” besutan sutradara sekaliber Joko Anwar dan Djarum Foundation, Film Dokumenter “Ketika Kretek Menjadi Tarian” besutan sutradara Warih bayu Wewe. Kedepan Supriyadi berencana membuat proyek menerbitkan sebuah buku, dari koleksi foto tentang Tari Kretek, dan Perjalanan Sanggar Seninya.
Atas segala jerih perjalanan seninya dan utamanaya pada karya seni tari ciptaanya TARI KRETEK, Supriyadi menjelaskan bahwa dirinya sudah mendaftarkan Hak Paten atas Kekayaan intelektualnya pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI. (YM/RM/SF/IR).